Hukum&KriminalINHUPemerintahan

Dugaan Pungli Oknum Dewan Akan Dilaporkan ke Presiden dan KPK

784uangRENGAT, Riau Andalas.com – Hampir seluruh SKPD yang melaksanakan proyek cobalah warga menanyakan adakah proyek PL untuk dikerjakan oleh warga langsung, tentu jawaban oknum di SKPD tersebut tidak ada, ini punya dewan katanya. Warga gigit jari. Kalau mau mengerjakan silahkan ke dewan jawab oknum di SKPD tersebut.

Dana aspirasi DPRD tidak lagi memiliki dasar hukum sejak dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) nomor 37 tahun 2006. Dalam aturan ini dijelaskan, tak ada lagi hukum tetap yang mengatur tentang dana aspirasi. Adapun pihak legislatif yang masih mengusulkan program dana aspirasi dalam APBD dianggap melakukan pelanggaran hukum (daftar nama anggota DPRD Indragiri Hulu lengkap dengan daftar proyek asprasi mereka). Mengapa Pemerintah Kabupaten Indragiri Hulu sampai saat ini masih tetap  menganggarkan proyek dana Aspirasi? Inilah ungkapan Bujang, Kepala Devisi Pembangunan LSM GPAK (Gerakan Pemuda Anti Korupsi).

Bujang menjelaskan, dana Aspirasi atau Paket Aspirasi untuk Anggota DPRD diduga masuk katagori GRATIFIKASI atau SUAP ataupun PUNGLI yang merupakan bagian dari persengkokolan (KKN). Diduga Persengkokolan antara LEGISLATIF dan EKSEKUTIF, pasalnya dalam dokumen daftar aspirasi tersebut berbunyi : telah dibahas dan disepakati bersama oleh TAPD. Dugaan Fee ataupun dugaan pungli proyek ini diduga 10 % sampai dengan 30% dari pagu anggaran proyek.

Proyek punya dewan tersebut di PU tiap anggota dewan rata-rata Rp2 milyar satu SKPD. Seperti di Dinas Pekerjaan Umum (PU) : Ketua DPED Inhu, Miswanto Rp2 milyar, Suroko Rp1,7 milyar, 1 milyar, Suradi 1,4 milyar, Efendi Rp1,3 milyar, Ahmad Arif Ramli Rp350 juta, Wisma Happy Rp200 juta, Sumini Rp1,8 milyar, Raja Darlan Rp1,5 milyar, Halason Sinaga Rp1,650 milyar, Raja Irwantono Rp1,1 milyar, Raja Ferry Handayani Rp1,2 milyar, Heber Demerius Lubis Rp500 juta,  Suhariyanto Rp1,250 milyar, Sugeng Riono Rp795 juta, Manahara Napitupulu Rp1,4 milyar, Hayati Rp1,3 milyar, Adila Ansoei Rp2,2 milyar, Raja Andi Hakim Rp1,5 milyar, Encik Afrizal Rp1,650 milyar, Hamdani Rp600 juta, Mardius Rp550 juta, Marlius Rp2,1 milyar, Dono Rinaldi Rp1,2 milyar, Suharto Rp1,2 milyar, E.Junianto Rp800 juta, Mariadi Rp700 juta, Deari Zamora Rp2,2 milyar, Suroto Rp1,8 milyar, Nursyamsiah Rp1,855 milyar, Jefriadi Rp1,5 milyar, Suryan Rp2,195 milyar, Nopriadi Rp1,695 milyar, Rizal Zamzami Rp1,225 milyar, Wiwiek Hartati Rp1,8 milyar, Heri Nafolion Rp1,8 milyar, Edi Supirman Rp1,350 milyar, Heri Sukandi Rp1 milyar, Sigianto Rp1,4 milyar, Subadhil Anwae Rp2 milyar, dan terakhir diperuntukan untuk Fraksi PDI-P Rp1 milyar.

Perlu diingat katanya, dana Aspirasi/proyek aspirasi DPRD juga dilarang. Pelarangan ini diatur dalam Undang – undang Nomor 22 tahun 2003 tentang susduk MPR,DPR,DPD dan DPRD dan Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 2010 tentang Tatib DPRD dan PP no 24 tahun 2004 tentang kedudukan protokoler dan keuangan DPRD. Apakah proyek aspirasi bertentangan dengan peraturan ini ?

Didalam keempat peraturan tersebut tidak ada diatur mengenai dana aspirasi bagi anggota DPRD. Jadi apa dasar hukum Pemkab Inhu tetap menganggarkan dana proyek aspirasi sampai saat ini ?

Dua jenis gratifikasi itu sudah secara tegas dilarang oleh UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Gratifikasi yang berupa pemberian hadiah biasa diatur oleh Pasal 11 UU Tipikor, sedangkan Pasal 12B mengatur gratifikasi yang berujung ke penyuapan. Menurut ketentuan Pasal 5 jo. Pasal 12 huruf a dan huruf b UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), baik pelaku pemberi maupun penerima gratifikasi diancam dengan hukuman pidana.

Semua proyek milik oknum dewan tidak dilelang, namun di PL kan. Seharusnya sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Pasal 39 Ayat 4 bahwa PA/KPA dilarang menggunakan metode Pengadaan Langsung sebagai alas an untuk memecah paket Pengadaan menjadi beberapa paket dengan maksud untuk menghindari pelelangan.

Hal ini diduga disebabkan :

Kelalaian TAPD yang mengakomodir usulan nilai paket pekerjaan yang dipecah untuk menghindari proses pelelangan.

Akibatnya kegiatan yang dianggarkan berpotensi tidak sesuai dengan asas pengelolaan keuangan daerah yaitu efektif, efisien dan ekonomis.

Bujang mengatakan bahwa pihaknya akan melaporkan kasus dugaan pungli ini ke Presiden dan KPK, “karna dugaan pungli ini akan masuk ke dalam pasal gratifikasi UU Tipikor, terutama pihak terkait di Dinas PU dan 40 orang oknum dewan agar ditindak sesuai pasal gratifikasi ” paparnya. (Haemaein Pilianglowe)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *