Berita utamaNasional

Liputan Khusus UNDP REED+: Karhutla di Lahan Gambut, Kanal Ditengah Ekonomi Rakyat

Laporan: Hartono Panggabean.

IMG-20151120-02898

Jurnalis dan UNDP REDD+: Meninjau sekat kanal di Desa Tanjung Leban. Konon, Desa tersebut kawasan rawan Karhutla. Karena tergolong 70 persen lahan gambut. Kini dengan adanya sekat kanal mampu mencegah Karhutla. (Foto:Hatono.P).

Setiap tahun ada penurunan permukaan tanah. Analisis ini disebut mengkuatirkan. Jika dibiarkan, nyawa manusia sebagai taruhan .   Mengingat musim asap datang atau punah.

Bengkalis, Riaunadalas.com- Melepas subuh gerimis, membasahi bumi, sebutan negeri Istana di Kecamatan Mempura, Kabupaten Siak, Propinsi Riau, tepatnya berada di penginapan bernama Hotel Grand Mempura. Rerimbunan pepohonan dan tanaman lainnya tampak segar. Memang alami. Menjejal diseputaran pemukiman warga. Meskipun belum utuh tebitnya cahaya sinar matahari untuk menebar radiasi. Yah, itulah sepintas liuk negeri itu yang memiliki sungai terdalam di Indonesia.

Penginapan tadi, tempat berkumpul rombongan jurnalis dan tim United Nation Development  atau UNDP REDD+ untuk berteduh, sekaligus rebahan menghilangkan lelah, karena usai menempuh perjalanan darat dari Kota Pekanbaru, Kamis (19/11), sembari singgah di pelatihan gajah, Kecamatan Minas dan diskusi pemahaman tentang lahan gambut undangan dalam  acara program media visit bersama jurnalis dan pembelajaran menangulangi kebakaran hutan dan lahan (Karhutla).  .

Jarum jam menunjukkan sekitar pukul 07 pagi lewat, Jumat (20/11), kesepakatan jadwal yang ditentukan, menuju perjalanan ke Kabupaten Bengkalis sesuai rute. Empat unit kendaraan roda empat, dua merek fortuner, dan dua merek kijang innova distater pengemudi menghidupkan mobil guna yang membawa rombongan.

Perlahan para rombongan mengayunkan kaki sembari keluar dari gedung penginapan yang usai menikmati sarapan pagi. Lantas, membuka pintu kendaraan roda empat. Sekilas geografis alam Kabupaten Siak tertinggalkan oleh tatapan mata. Lantaran laju kendaraan kian mendekati areal roro penyebrangan Sungai Pakning, Kecamatan Bukit Batu, Kabupaten Bengkalis, mendekati Desa Tanjung Leban.

IMG-20151120-02915Sekitar Pukul 10: 10 WIB, rombongan tiba di Desa Tanjung Leban. Disana warga telah menunggu kedatangan rombongan. Jamuan menu makanan sederhana suguhan hangat seraya bercerita nasib warga desa. Tentang Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla). Inilah cerita warga! Terkabar, desa mereka tragis mengingat peristiwa itu. Namun upaya warga berlaku sosial dan solidaritas selalu merekat guna memadamkan api Kathutla. Maklum, desa mereka tergolong 70 persen areal lahan gambut.

Terdengar, warga mengaku bermodalkan pendidikan rendah, yang tidak seperti warga di Kota, mengenyam pendidikan tinggi.

Apalagi, ditengah pemukiman warga ada berdiri Perusahaan: PT.BBH dan PT.SPM.  Warga menyebut, pihak perusahaan setengah hati membantu warga. Namun warga tetap semangat berjuang demi kelangsungan hidup. Sebab, saat peristiwa Karhutla sebagai momen sejarah di desa itu kala permintaan warga belum tercapai dari pihak perusahaan.

Warga Tanjung Leban mayoritas petani karet dan sawit, sejak berdirinya perusahaan, tingkat perekonomian mengalami perubahan drastis. Tanaman yang subur jadi berubah. “Tiga tahun ditanam, tiga tahun terbakar, “ ungkap seorang warga Tanjung Leban. bernama M. Nur, mengeluh.

IMG-20151120-02890Ia mengakatan, setelah ada bantuan pembuatan sekat-sekat kanal dari UNDP REDD+ di desa mereka, warga bangga. “Rawa gambut sudah pasti rawan api. Bisa kebakaran sendiri, atau kelalaian orang. Orang yang tidak teliti atau para perokok. Cuma sebatang rokok bisa terbakar. Api terbang pada musim panas bisa terbakar, “ beber M.Nur.

Lahan gambut, lanjut M.Nur sulit diprediksi. “Kalau musim panas terbakar, musim hujan kebanjiran. Tentu tanaman warga rusak. “ Ujar M.Nur.

Apalagi, jelas M.Nur, pihak perusahaan terkadang punya kendali diseputaran sungai yang berada di pemukiman mereka. “Sesuka perusahaan saja untuk mengendalikan air di sungai. Dan ini sudah pernah dilakukan pertemuan. Tetapi, warga meminta perusahaan agar warga dibantu. Memang mengiyakan, realisasinya tetapi belum ada, “ terang M.Nur.

Senada M.Nur, Kepala Desa Tanjung Leban, Kecamatan Bukit Batu, H.Hatim menjelaskan, upaya cegah Karhutla salah satunya membuat embong air.

IMG-20151120-02897Embong air itu, kata H.Hatim merupakan sekat kanal yang saat ini ada di beberapa titik atas bantuan UNDP REDD+. “Alhamdulliah lahan warga jadi lembab, tanaman segar kembali, “ sebut H.Hatim.

Meski begitu, pihaknya saat ini tetap melakukan kontrol terdapat Karhutla. Namun, kata H. Hatim, pihaknya sedikit keteteran atas ketersediaan dana. Sebab, lanjut H. Hatim, anggota yang melakukan kontrol tersebut berjumlah 20 orang.

“Upaya desa ada kok. Cuma dana 70 juta pertahun tidak cukup dipergunakan mengawasi titik api jika terbakar. Hitung saja dana satu orang meninjau ke lokasi berapa biayanya. Jadi kami tetap melakukan pengawasan. Sejak ada sekat kanal sangat membantu kami,” Cetus H.Hatim.

Tak lain, sebut H.Hatim, dampak peristiwa Karhutla yang pernah terjadi membuat ekonomi masyarakat merosot tajam. “Ekonomi anjlok, tidak ada penghasilan. Kalau anak kurang sekolah tambah mengundang cepat nikah, “ ungkap H.Hatim, yang tidak pernah melaporkan aksi Karhutla kepada pihak terkait apalagi perbuatan perusahaan.

Realita di Desa Tanjung Leban mengungkapkan kisah terdalam bagi warga, salah satunya lantaran Karthula. Hasil tani yang konon lumayan   berbuah segar, kini berharap datang kembali untuk bertahan hidup ditengah daratan lahan gambut merupakan wilayah pesisir pantai, Kabupaten Bengkalis.

IMG-20151120-02893Apalagi, sejak perusahaan hadir disana menambah persoalan baru. Meskipun begitu, warga tetap berupaya mencari solusi. “ Semua pihak ikut serta cegah Karhutla, karena berita tidak pernah positif. Jangan juga abai Bapak – bapak lakukan didaerah dampak Karhutla. Namun diantara bara api, ada titik – titik embung air.

Hampir semua tempat yang dikunjungi, yang mereka ciptakan semangat hidup yang baru mereka tidak teori tinggi, tetapi dengan kearifan lokal, karena memiliki air, laut dan tanah. Mari kita ciptakan champion komunitas, berkat bantuan para ahli (Pak DR Harris-red) dan teman – teman dipadukan lokas wisdom, ini luar biasa, ” Sebut  Manager Komunikasi dan Kerjasama UNDP REDD+, Ning Parlan didalam pertemuan dengan warga Desa Tanjung Leban, menyampaikan sepata dua kata.

Nah, begitu suasana pertemuan dengan warga saat itu. Usai pertemuan, lantas menuju sekat kanal yang dibuat warga. Memang, sekat kanal dari lokasi pertemuan tidak seberapa jauh. Jarak tempuhnya sekitar dua menit menggunakan kendaraan roda empat.

IMG-20151120-02908Aksesnya berada ditengah areal perkebunan sawit milik perusahaan, jalan tanah agak lumpur warna kuning campur hitam. Diseputaran kanal tersebut, menurut warga, sebelumnya lahan disana pernah mengalami peristiwa Karhutla.

Seluruh tanaman diatas  rata jadi arang, karena hangus terbakar. Kini mulai tumbuh kembali. Namun, sejak ada sekat kanal bantuan UNDP REDD+ membuat lahan gambut jadi lembab.

Apalagi, pepohonan diatas lahan gambut milik warga turut mendapat bantuan. “Air ini dari sana arah perusahaan menuju pemukiman warga. Kalau hujan banjir, kalau musim kemarau, gambut jadi kering. Ini yang jadi persoala di lahan gambut. Apalagi, pihak perusahaan semena – mena mengendalikan air, “ kata M.Nur saat meninjau lokasi sekat kanal di Desa Tanjung Leban.

Usai meninjau sekat kanal, lantas menuju salah satu Masjid yang ada disana, berhubung karena hari Jumat, rombongan melakukan shalat dan makan siang.

Setelah makan siang bersama disalah satu rumah makan di Desa Tanjung Leban, tim bergeser menuju kawasan pantai pesisir Desa Tanjung Leban. Kawasan tersebut rawa. Semak belukar sisi kiri dan kanan jalan agak menutup akses jalan. Namun akses jalan dapat ditempuh dan dilewati ketika melintas kendaraan roda empat yang membawa rombongan bersama sebagian warga yang ikut.

Tampak, sekitar 50 meter sebelum menuju bibir pantai pesisir ada perahu nelayan sedang beraktivitas berada diatas kapal perahu mengemas peralatan.

 

 

IMG-20151120-02926Setiba di bibir pantai, ahli lahan gambut DR. Harris Gunawan, sedikit bercerita tentang gambut: “Ini saling menopang dia. Kalau manggrove melebur, air asinnya merabah ke rawa gambut. Apalagi kalau dua – duanya lebur ini yang dikutirkan. Ini prosesnya berlangsung, disini potretnya, dua – dua melebur. Gambutnya terbakar terus, bisa turun 10 Cm, 20 cm, 30 cm, 50 cm. Begini misalnya seperti yang saya praktikkan tadi malam. Jadi ini katakan di Pekanbaru, yang kita pijak – pijak sisi pantai. Dengan adanya pesisir yang ada disini, ini dia tidak terganggu, tapi air asin terhambat. Tapi kemudian kubah begini yang atas ada disini, demontrasinya dia kempes, yang airnya bisa dibuang. Yang pakai kanal tadi bisa juga kebakaran, hilang materialnya. Kebakaran kempes kayak gini, apa yang tejadi kalau disini manggrovenya hilang kayak gini. Yang berikutnya gambut seperti ini sudah terbawa erosi. Istilahnya tercuci oleh yang dari tanah. Ada hujan dari tanah. Lihat itu sungai hitam teman – teman. Air hitam . Kalau lagi surut kita bisa jalan sampai air hitam itu, pantai surut. Ini bekas gambut bekas terbawa dalam bentuk arang. Ini jelas terbakar ini. Gambut ini kayu. “ Terang Harris Gunawan yang tamatan dari negeri sebutan Sakura, Jepang, kini mengabdi di Universitas Riau ketika berada diatas bibir pantai Desa Tanjung Leban.

 

IMG-20151120-02927Setelah dari bibir pantai Desa Tanjung Leban, Desa Sepahat jumlah titik sekat kanal juga berada disana. Lantas bertemu dengan Ketua Koordinator Sekat Kanal Warga Sepahat, Syafrizal (24) mengatakan, dengan adanya bantuan sekat kanal tersebut mampu mencegah Karhutla. “ Kanal dibangun bertahap atas bantuan UNDP REDD+, “ kata Syafrizal.

IMG-20151120-02941

Syafrizal menjelaskan, bentuk kanal dengan Desa Tanjung Leban beda dengan Desa Sepahat. “ Disini sekat kanal terbuat dari kayu. Kayu ini kuat dan tahan air, “ pungkas syafrizal yang menyebutkan areal tersebut berada di perusahaan.

Dari Desa Sepahat, lantas berangkat ke Desa Buruk Bakul, senada Syafrizal, Sekertaris Desa Buruk Bakul, Yusuf beryukur atas bantuan sekat kanal tersebut. “Kami berterima kasih atas bantuan ini, karena dengan adanya sekat kanal mampu mencegah Karhutla, “ kata Yusuf singkat, yang sekat kanal disana terbuat dari coran semen.

Selain Desa Buruk Bakul, rombongan menuju Dusun Kampung Jawa, Desa Bukit Batu. Warga bersama Lurah Bukit Batu, telah menunggu kedatangan rombongan jurnalis dan tim UNDP REDD+, bertempat diaula desa.

IMG-20151120-02953“Sudah berapa kali dulu kami demo ke pihak perusahaan atas Karhutla, “ ungkap seorang warga benama Solihin. Solihin menjelaskan sejak pihak perusahaan datang mendirikan usaha persoalan muncul. “Selama ada perusahaan air semakin kering. Pernah kami bikin sumur bor, airnya bauk. Bauknya itu saya tidak tahu. Dulu disini banyak air. Saya berharap Kampung Jawa tidak terbakar. Sejak ada sekat kanal ada perubahan, “ tutur Solihin.

Solihin berharap sekat kanal yang dibangun tersebut agar dijaga bersama. Karena sampah warga mengalir mengikuti aliran kanal sehingga terjadi pendangkalan. “Kalau hujan saya sibuk membersihkan sampah. Apalagi, saya ingin semak yang ada dikanal dibersihkan, “ kata Solihin.

Solihin mengungkapkan, lahan di Kampung Jawa berharap agar pihak Kelurahan menegur pemilik lahan yang tidak dikelola.” Kalau ada api susah kami, “ pinta Solihin.

Menanggapi keluhan warga tersebut. “Terima kasih atas kedatangan rombongan jurnalis dan tim UNDP REDD+ ke Desa kami. Apa yang telah dibuat UNDP REDD+ sangat membantu warga. Pemerintah tetap membantu. Tentang kanal kami akan koordinasikan nanti. “ kata Lurah Bukit Batu, Acil Esyno SSTP., M.,Si.

IMG-20151120-02966Dari penyampaian warga dan pihak Kelurahan tertuang segala keinganan yang belum tercapai. Apalagi menyoal dana bantuan perusahaan. Meskipun begitu, dari pertemuan tersebut, pihak pemerintah berupaya mencarikan solusi agar hubungan warga dengan perusahaan terjalin dengan baik.

Tak lain, dengan berkunjungnya rombongan jurnalis dan UNDP REDD+ turut serta melihat sekat kanal di Desa Kampung Jawa, dan beberapa desa yang dikunjungi yang sebelumnya rawan peristiwa Karhutla. Kini dengan dibangun sekat kanal membuat kelegaan bagi warga yang bermukim dilahan gambut. Dari Kampung Jawa tersebut, mengakhiri kunjungan rombongan dan menuju pulang ke Kota Pekanbaru.

Sebagaimana diketahui peristiwa Karhutla kembali terjadi di Riau. Udara di Riau tercemar asap. Tak hayal, Presiden RI, Ir. Jokowi Widodo datang ke Riau, beberapa bulan silam, yang sebelumnya ketika itu sedang berada di Pariaman, Propinsi Sumatera Barat. Bapak Presiden RI datang ke Riau menggunakan perjalanan melakukan via jalur darat.  Karena saat itu jalur via udara di bandara udara lumpuh total dan beberapa kali jadwal masakapai penerbangan melakukan pembatalan. Lokasi yang dituju, Presiden RI adalah wilayah Rimbo Panjang, Kabupaten Kampar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *