Berita utamaBisnis&EkonomiKampar

Merasa Dicurangi Koperasi KNES, 200 Warga Senama Nenek Panen Sawit Mandiri

TAPUNG,Riauandalas.com -Sekitar 200 an orang masyarakat Desa Senama Nenek, Tapung Hulu, Kabupaten Kampar sepakat melakukan panen mandiri terhadap kebun sawitnya
sesuai sertifikat hak milik. Hal ini mereka lakukan karena kecewa atas bagi hasil panen sawit yang dikelola Koperasi Nenek Eno Senama Nenek (KNES) sejak tahun 2019 lalu.

Ketua Tim Advokat Pejuang Keadilan (TAPAK) Riau, Suroto, SH kepada wartawan mengungkapkan, sejak tahun 2019 KNES mengelola 2.800 ha lahan sawit rakyat dari 237 kapling lahan pemilik. Masing-masing pemilik sebelumnya mendapatkan hak SHM dari pemerintah melalui program TORA seluas 1,8 ha perkapling.

Pemanenan yang dilakukan secara mandiri oleh masyarakat terhadap 64 hektar lahan sawit tahap awal ini karena sejak tahun 2019 masyarakat hanya menerima pembagian uang panen Rp1 juta perbulan untuk luas lahan 1,8 ha perkapling. Seharusnya masyarakat bisa menerima Rp3,5 s/d Rp4 juta perbulan.

Bahkan di bulan September dan Oktober 2023 masyarakat cuma menerima Rp350 ribu untuk luas lahan 1,8 ha. Parahnya lagi yang harusnya setiap tanggal 8 masyarakat menerima pembagian hasil panen, ternyata sampai saat ini masyarakat belum ada menerima uang hasil panen dari KNES.

“Intinya, kebun sawit yang diberikan pemerintah tahun 2019 tersebut tidak mensejahterakan masyarakat Senama Nenek, tapi hanya memperkaya orang tertentu saja,” tukas Suroto.

Terkait hal itu, masyarakat sudah berkali-kali menanyakan ke pengurus KNES, akan tetapi pengurus KNES tidak bisa memberikan jawaban. Bahkan somasi yang dua kali disampaikan masyarakat melalui kuasa hukumnya juga tidak ditanggapi oleh KNES.

Oleh karena selama bertahun- tahun KNES tidak transparan dalam mengelola uang kebun masyarakat, maka 167 orang masyarakat Senama Nenek menyampaikan surat pengunduran diri dari keanggotaan KNES dan menyampaikan tembusan surat pengunduran diri tersebut kepada Dinas Koperasi dan Pj Bupati Kampar.

Lanjut Suroto, setelah masyarakat mengundurkan diri dari KNES, pada hari Senin 18 Desember 2023, masyarakat memanen sendiri kebun sawitnya. Sebelum pemanenan dilakukan, masyarakat sudah memberitahukan secara tertulis kepada Kapolres Kampar dan minta untuk diberikan perlindungan hukum.

Pada saat pemanenan dilakukan oleh masyarakat, ternyata KNES menurunkan orang- orangnya ke lokasi lahan. Orang KNES dengan nada mengancam melarang masyarakat untuk mengangkut buah yang sudah diturunkannya sekitar 5 ton.

Selain itu, orang KNES juga menutup akses jalan dengan menutup portal, sehingga kendaraan masyarakat tidak bisa lewat.

“Kalau mengikuti emosi bisa saja masyarakat yang berjumlah 200 an orang itu berbuat anarkis kepada orang KNES yang berjumlah hanya 20 an orang itu. Kalau diturutkan bisa mati mereka semua, tapi masyarakat tidak mau melakukan itu karena bisa panjang urusannya,” pungkas Suroto.

Akhirnya, sampai pukul 19.00 WIB malam,

Karena tidak ada solusi hingga pukul 19.09 WIB, akhirnya masyarakat membubarkan diri dan buah sawit yang diturunkan tetap dibiarkan di lokasi.

Masyarakat sangat menyayangkan sikap Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten Kampar yang tidak perduli dengan persoalan yang bertahun- tahun dialami oleh masyarakat Senama Nenek. Padahal, masyarakat melalui pengacaranya telah beberapa kali bersurat,

“Coba kalau Gubernur Riau atau Bupati Kampar diposisi mereka, apa mau menerima hasil panen Rp350 ribu perbulan dari kebun sawitnya 1,8 Ha, pasti tidak mau?” tanya Suroto.

Masyarakat juga menyayangkan tidak ada satu orang pun anggota kepolisian yang turun melakukan pengamanan di lokasi, padahal masyarakat melalui pengacaranya sudah bersurat dan mohon perlindungan kepada Kapolres.

Lanjutnya, jika dalam peristiwa kemarin itu terjadi bentrok dan ada korban luka dan meninggal dunia sementara tidak ada satupun anggota kepolisian yg ada di lapangan, apa kepolisian setempat tidak disalahkan?

Selanjutnya masyarakat Desa Senama Nenek berharap agar Pemerintah dan Kepolisian jangan tutup mata dan segera menyelesaikan persoalan tersebut, sebab jika tidak masyarakat meyakini suatu saat akan terjadi bentrok menimbulkan korban jiwa.(tim)