advertorialGaleriPemerintahanRiau

Pembangunan Perumahan dan Pemukiman di Riau

 Gubri didampingi Kadis Ciptada Riau saat peresmian pembangunan Rusunawa UIN Suska Kamis (14/4) lalu.
Gubri didampingi Kadis Ciptada Riau saat peresmian pembangunan Rusunawa UIN Suska Kamis (14/4) lalu.

PEKANBARU Riauandalas.com – Pembangunan perumahan dan pemukiman untuk masyarakat sangat diperlukan di daerah. Terutama dalam menuntaskan kemiskinan.

Perumahan merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat. Sehingga sudah kewajiban pemerintah untuk memenuhi kebutuhan tersebut, dianataranya bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah dan miskin.

Sesuai perekonomian yang saat ini tidak stabil, juga meupakan salah satu kendala nbagi masyarkat untuk memnuhi kebutuhan pokok, diantaranya kebutuhan perumahan yang sampai saat ini ditunggu masyarakat uluran tangan pemerintah.

Sesuai peluncuran pembangunan sejuta rumah oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) beberapa daerah sudah mulai menggesah bantuan pembangunan perumahan dan pemukiman untuk masyarakat. Seperti Privinsi Riau yang sudah merencanakan pembangunan perumahan dan pemukiman untuk masyarakat yang tinggal penganggaran dalan APBD Riau.

Wacana Pemprov Riau melalui Dinas Cipta Karya Tata Ruang dan Sumber Daya Air (Ciptada) Riau, perencanaan perealisasian program perumahan untuk masyarakat miskin dan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) tersebut sudah diwacanakan mulai tahun 2015 lalu. Hanya saja belum bisa direalisasikan karena terkendala adanya perubahan aturan dari Kemendagri. Sehingga pembangunan dimundurkan pada tahun anggaran 2017 mendatang.

Kepala Dinas Ciptada Riau Dwi Agus Sumano, mengatakan, Program perumahan tersebut tidak hanya untuk masyarakat MBR, tapi juga untuk Apaeatur Sipil Negara (ASN) yang sistimnya subsidi. Dimana dalam program ini, pemerintah menyediakan rumah subsidi dengan harga dan cicilan yang sangat terjangkau. Rumah yang dibangun ini merupakan kategori rumah ?Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) atau lebih sering disebut sebagai rumah subsidi.

Plt Gubri didampingi Kadis Ciptada Riau saat peresmian pembangunan Rusunawa UIN Suska Kamis (14/4) lalu.
Kadis Ciptada Riau saat peresmian pembangunan Rusunawa UIN Suska Kamis (14/4) lalu.

Sehingga, diharapkan semua Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), seperti nelayan dan buruh dapat segera memiliki rumah. Karena, angka kesenjangan antara kebutuhan dan ketersediaan tempat tinggal di Indonesia saat ini mencapai 13,5 juta rumah. Artinya masih ada 13,5 juta kebutuhan rumah layak huni yang belum bisa terpenuhi oleh pemerintah.

Rincian jumlah keseluruhan unit rumah dalam program sejuta rumah tersebut adalah 603.516 unit rumah untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dan 396.484 unit rumah lainnya untuk non MBR.

Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR), Maurin Sitorus, mengatakan salah satu target pembangunan perumahan dan pemukiman secara nasional adalah bagaimana agar Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) bisa mendapatkan rumah layak huni khususnya di Provinsi Riau ini.

Justru itu, Maurin Sitorus meminta Pemprov Riau untuk bekerja sama dengan pemerintah pusat, dalam hal ini Dirjen Pembiayaan Perumahan, Kementerian PUPR dalam membantu masyarakat berpenghasilan rendah mendapatkan rumah layak huni tersebut. Namun demikian, ada hal yang harus diperhatikan dengan baik terkait dengan pemenuhan kebutuhan rumah bagi MBR, yaitu mengenai Housing affordability.

Housing affordability ini menurut Maurin, terkait dengan upah minimum, tanah, infrastruktur, perizinan, harga material atau bangunan. “Masalah Housing affordability ini tentunya merupakan hal yang dapat dikendalikan oleh pemerintah daerah karena kebanyakan memang ada di pemda,” ucap Maurin.

Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman meyampaikan, Pemerintah telah menargetkan pembangunan satu juta rumah untuk rakyat pada tahun 2015, tujuannya adalah untuk mengurangi backlog atau kekurangan ketersediaan rumah yang saat ini mencapai 15 juta unit rumah. “Kita
Dudah pasti siap mendukungnya,” kata Gubri.

Dijelaskanya, di Riau Pesisir banyak rumah tidak layak huni. Oleh karena itu Pemprov Riau berkewajiban membangun rumah layak huni sebanyak 5.000 unit tanpa meminta sesenpun dari masyarakat. Dimana Pemprov  Riau telah melaksanakan program pembangunan rumah sederhana layak huni yang diperuntukkan bagi MBR atau kurang mampu sejak tahun 2005 hingga 2013, yang telah terbangun sebanyak 6.832 unit.

Berdasarkan data DPD REI Riau diketahui bahwa, Provinsi Riau hingga saat ini masih kekurangan rumah sebanyak 40 ribu unit untuk mengisi kebutuhan masyarakat daerah ini. Oleh sebab itulah, agar pengadaan dan pembangunan rumah tersebut dapat diwujudkan sangat dibutuhkan dorongan pemerintah daerah, antara lain dalam payung hukum pelaksanaan pengembangan hunian.

rusunawa

Payung hukum yang dibutuhkan adalah kepastian hukum untuk mempermudah dan melancarkan penyelenggaraan program pembangunan perumahan dan pemukiman tersebut, misalnya dalam bentuk peraturan daerah (perda). Sebab, ini berkaitan dengan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) yang perlu segera disahkan untuk mengantisipasi aturan penggunaan lahan untuk perumahan. Karena, jika RTRW ini sudah selesai, maka potensi pembangunan perumahan di wilayah mana saja di Riau pasti akan terlaksana dengan baik.

Lebih jauh Andi Rachman sapaan akrabnya menyatakan, untuk memenuhi kebutuhan perumahan masyarakat Riau khususnya yang berada di bawah garis kemiskinan, Pemprov Riau pada tahun sjdah membuat peta pembangunan rumah layak huni (RLH) sebnyak 2000 unit yang akan diselenggarakan 2017 mendatang.

“sebelumnya sudah diajukan di APBD Perubahan perubahan aturan di tunda, yang diharapkan masuk dalam pembahasan APBD Murni 2017 depan,” tuturnya.

Dia menambahkan penerima program bantuan RLH ini adalah masyarakat tidak mampu dengan penghasilan bulanan di bawah Rp1,5 juta setiap bulannya.

Lalu penerima program memiliki data yang valid dan konkret karena akan verifikasi bertahap, sampai pada penyerahan naskah perjanjian hibah daerah kepada penerima program bersangkutan.

Untuk itu program ini bakal melibatkan aparatur pemda mulai tingkat paling bawah dari level RT, RW, lurah atau kepala desa hingga camat. Setelah itu data penerima program akan direkap pada tingkat pemerintahan kabupaten dan kota.

“Porsi tiap kabupaten dan kota diperkirakan di atas 100 unit, biaya pembangunan akan mengalami perbedaan antara kawasan pesisir dengan daratan karena memang struktur bangunannya juga berbeda,” jelasnya. (Adv)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *