PEKANBARU,Riauandalas.com – Ratusan warga Desa Senama Nenek, Kecamatan Tapung Hulu, Kabupaten Kampar, pada Rabu (10/9/2025) mengadukan nasibnya kepada anggota DPRD Riau, Raja Jayadinata lantaran tidak bisa memanen hasil kebun kelapa sawit meski lahan tersebut berstatus hak milik.
"Rabu kemarin mewakili komisi II DPRD Riau saya hadir di Desa Senama Nenek membahas persoalan penyelesaian pengelolaan lahan masyarakat seluas 2800 hektar, hadir juga dari Kementerian Koperasi,
Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Riau, para ninik mamak Senama Nenek dan seluruh anggota Koperasi Produsen Pusaka Senama Nenek (Koposan)," jelas Raja Jayadinata Jumat (12/9/2025).
Dalam pertemuan tersebut terang politisi Dapil Kampar tersebut didapat beberapa kesimpulan seperti, Kementerian Koperasi mengakui legalitas Koposan syah secara hukum dan diakui keberadaannya dan Diskop UMKM Provinsi Riau juga bersikap sama.
Keluarnya para petani pemilik lahan sertifikat hak milik dari Koperasi Nenek Eno Senama Nenek (KNES) syah dan sesuai dengan perundangan-undanngan tentang koperasi.
Bagi pemilik sertifikat dialah yang berwenang penuh terhadap lahannya dan berhak bergabung dengan Koposan untuk mengelola lahan miliknya, sehingga Koposan sah dalam pelaksanaan pengelolaan lahan anggotanya di areal 2800 hektar di Desa Senama Nenek.
DPRD Provinsi Riau melalui komisi II akan menggelar rapat dengar pendapat di komisi dengan mengundang seluruh pihak terkait.
Pengelolaan lahan oleh Koposan adalah yang anggotanya bergabung di dalam Koposan.
Raja Jayadinata menjelaskan, lahan eks PTPN V seluas 2.800 hektare telah diserahkan negara kepada masyarakat Senama Nenek. Bahkan, pada 26 Desember 2019, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN RI, Sofyan Djalil, sudah menyerahkan 1.385 sertifikat tanah kepada warga dalam sebuah acara di desa tersebut.
Kebun itu ditetapkan pola kerjasama antara PTPN dengan pola kemitraan berupa pengelolaan lahan bersama melalui koperasi KNES Namun Hasil yang diterima masyarakat tidak sesuai dengan kesepakatan.
"Bahkan kata masyarakat dalam beberapa bulan terakhir, hak mereka tidak dibayarkan oleh koperasi. Kondisi ini membuat warga memilih keluar dari KNES dan membentuk koperasi baru bernama Koperasi Produsen Pusaka Senama Nenek (Koposan)," ujarnya.
Raja memastikan persoalan ini akan dibawa ke DPRD Riau dan dibahas di Komisi II agar menjadi prioritas penyelesaian. “Kita akan undang semua pihak terkait, mulai dari masyarakat, koperasi, Dinas Koperasi, hingga kepolisian,” tegasnya, Kamis (11/9/2025).
Ia menambahkan, dari pembahasan di komisi nantinya akan dihasilkan rekomendasi, salah satunya meminta pengakuan dari Dinas Koperasi bahwa Koposan merupakan badan hukum sah yang berhak mengelola kebun masyarakat, bukan lagi KNES.
“Ini seperti yang diinginkan masyarakat karena mereka tidak mau lagi bekerjasama dengan KNES,” ujarnya.
Diketahui, konflik antara warga Desa Senama Nenek dan KNES memang sudah berlangsung lama. Warga menuding adanya penggelapan hasil panen sawit serta penahanan sertifikat lahan oleh pengurus koperasi. Sertifikat yang sebelumnya diserahkan warga sebagai jaminan kerja sama dengan PTPN V hingga kini belum dikembalikan.
Akibat persoalan ini, masyarakat tidak dapat melakukan replanting kebun sawit dan tidak menerima hasil panen sebagaimana mestinya. Mereka menuntut agar sertifikat segera dikembalikan serta meminta pertanggungjawaban KNES atas pengelolaan hasil panen yang dinilai tidak transparan. Bahkan sejumlah warga berencana menempuh jalur hukum demi mendapatkan keadilan.(Rilis)**
0 Komentar