Hukum&KriminalNasional

Dr.Anang Iskandar Dakwaan Jaksa Tujuan Dibuatnya UU Narkotika

Dr. Anang Iskandar,SIK, SH, MH.,Ka BNN 2012 – 2015
Kabareskrim 2015 – 2016, Dosen Universitas Trisakti.

JAKARTA, Riauandalas.com– Lebih dari 90 persen perkara narkotika, terdakwa penyalah guna dalam proses peradilan didakwa dengan dakwaan alternatif atau dakwaan subsidair atau dakwaan komulatif padahal tujuan dibuatnya undang undang no 35 tahun 2009 mengamanatkan kepada penegak hukum khususnya jaksa penuntut umum agar melindung, menyelamatkan dan menjamin penyalah guna di rehabilitasi. Dengan dakwaan alternatif, subsidair dan kumulatif apalagi disertai upaya paksa berupa penahanan oleh penuntut umum, mustahil jaksa dapat mengemban amanat berupa tujuan dibuatnya UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika dan mustahil pula jaksa punya semangat menjamin penyalah guna direhabilitasi (pasal 4d)

Sesuai amanat pasal 4 UU no 35 / 2009 tentang narkotika, penegak hukum khususnya jaksa diberi amanat untuk menjamin penyalah guna direhabilitasi melalui dakwaan tunggal dan tidak melakukan penahanan selama proses penuntutan terhadap perkara kepemilikan atau perkara penyalahgunaan narkotika dalam jumlah tertentu untuk kepentingan sehari pakai, bagi diri sendiri dan tidak untuk dijual. Semangat rehabilitatif penegakkan wajib dimiliki oleh jaksa penuntut umum, penyidik dan hakim maupun masarakat hukum karena penyalah guna dijamin UU untuk direhabilitasi sedangkan terhadap pecandu wajib direhabilitasi.

Peran jaksa sangat strategis dalam sistem peradilan rehabilitasi terhadap perkara penyalah guna yang dibangun oleh undang undang no 35 tahun 2009 tentang narkotika yaitu melalui dakwaan tunggal karena tujuannya bersifat melindungi dan menyelamatkan (pasal 4b) terhadap perkara penyalahgunaan narkotika bagi diri sendiri (pasal 127) dan menjamin penyalah guna tersebut direhabilitasi (pasal 4d) karena penyalah guna untuk diri sendiri tidak memenuhi sarat bila terdakwanya dilakukan penahanan (pasal 21 KUHAP).

Dakwaan tunggal ini merupakan amanat dari tujuan dibuatnya UU narkotika oleh karena itu jaksa harus memilah mana kejahatan peredaran, mana kejahatan penyalahgunaan, termasuk mana penyalah guna yang merangkap jadi pengedar dan mana penyalah guna yang sudah jadi pecandu. Kejahatan penyalahgunaan untuk diri sendiri, tidak untuk dijual harus dilidungi, diselamatkan (pasal 4b), dan harus di jamin untuk mendapatkan rehabilitasi (pasal 4d) dan pengedar harus diberanatas (pasal 4c). Kalau dakwaan berupa dakwaan alternatif, subsidair maupun dakwaan kumulatif maka ada celah untuk penyalah guna dalam proses mempertangung jawabkan perbuatannya dilakukan penahanan. Celah ini sampai sekarang terjadi. Akibatnya penyalah guna kehilangan hak untuk pulih kembali
dan tetap menjadi penyalah guna selama dan setelah menjalani hukuman . Ini adalah beban negara.

Setelah saya bolak balik semua file dakwaan jaksa saya tidak menemukan penyalah guna yang didakwa dengan dakwaan tunggal hampir semuanya dakwaan alternatif, susidair dan kumulatif dengan disertai penahan mulai saat penyidikan, penuntutan sampai peradilan, itulah sebabnya penyalah guna dalam proses penegakan hukum mengalami penahan dan berakhir di penjara, dan jangan heran kalau lapas di indonesia over load.

Menyangkut tugas jaksa sebagai peneliti hasil penyidikan tindak pidana narkotika khususnya terhadap perkara penyalah guna, berdasarkan UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika penyusunan dakwaannya dikecualikan dari criminal justice system, disesuaikan dengan tujuan dibuatnya UU , penuntut umum harus extra teliti karena perkara penyalah guna adalah perkara pidana yang terdakwanya dijamin UU untuk direhabilitasi (pasal 4c) Perkara penyalah guna yang oleh UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika didekriminalisasikan. Artinya prosesnya mengikuti criminal justice sistem, terdakwanya diancam pidana (pasal 127) upaya paksanya berupa rehabilitasi (pasal 13 PP 25/2011) sangsinya berupa hukuman rehabilitasi (pasal 103/1)

Dekriminalisasi penyalah guna narkotika ini memang sulit difahami oleh masyarakat dan penegak hukum karena tidak (pendi/Waka)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *