Berita utama

Syarief Ingatkan IPNU Untuk Menjaga NKRI Dengan Menyemai Ajaran Islam Moderat

Rokan Hilir, Riau Andalas Com – Sambutan Harlah Ikatan Pelajar Nahdatul Ulama ke-97 bertubi-tubi menggema.

Kali ini Sambutan Harlah tersebut datang dari Alumni Santri Dar Aswaja, Syarif Muhammad Bakri. Pemuda yang memiliki kecintaan terhadap Dakwah ini, berasal dari Kecamatan Kubu Kabupaten Rokan Hilir.

Pemuda Yang Pernah menempuh Pendidikan Di Pesantren Dar Aswaja ini, Selasa, (23/2/2021) kepada awak media mengatakan, Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) genap berusia 67 tahun pada tanggal 24 Februari 2021 mendatang. Di usianya yang cukup matang, IPNU harus bertekad membawa pelajar bertransformasi guna mencapai peradaban yang diharapkan dengan membawakan tema Transformasi Pelajar untuk Peradaban Bangsa.

Hal itu bukan sekadar tema melainkan juga tergambar dalam logo Harlah Ke-67. Gambar menyerupai orang mengangkat kedua tangan menunjukkan rasa semangat yang tetap menjaga keutuhan dan kesatuan bangsa Indonesia dengan berasaskan Pancasila.

Sementara itu, simbol refresh dalam logo itu juga menandai perwujudan dari transformasi dan kontinuitas pelajar dan santri IPNU dalam memberikan kontribusi untuk Indonesia dengan karya dan inovasi yang penuh kreativitas.

Adapun abstraksi kubah masjid yang terdapat dalam logo itu menjadi simbol pemuda dan santri yang tetap berpegang teguh pada pedoman dan nilai-nilai Islam.

Syarief Mengingatkan kepada pelajar Nahdlatul Ulama untuk menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan menyemai ajaran Islam moderat.

“Tugas kita sekarang, kalian sekarang, ke depan adalah menjaga negara ini dari pemahaman yang tidak sesuai dengan yang diinginkan oleh NU, yaitu berkembangnya ajaran agama ajaran Islam moderat,”ujarnya Rabu 24 Februari 2021.

Mengingat hal tersebut, Syarief meminta para pelajar NU untuk tidak membiarkan ajaran intoleran berkembang di Negeri Zamrud Khatulistiwa ini. “Karena itu kita tidak boleh membiarkan berkembangnya cara berpikir dan bersikap intoleran,” ujar Syarief sebagai pecinta dakwah itu. Pasalnya, pemahaman tersebut melahirkan sikap radikalisme dapat menimbulkan terorisme, ego kelompok, dan fanatisme kelompok.

“Ini akan melahirkan kelompok takfiri. Jangan sampai berkembang narasi konflik dalam menyampaikan ajaran agama,” tutup alumni Pondok Pesantren Dar Aswaja Kubu Babussalam Rokan Hilir Riau itu.(Said)***