Ticker

6/recent/ticker-posts

Masyarakat Rohul Tuntut Hak Plasma 20% yang Diatur Hukum kepada Satgas PKH Guna Tegakkan Kedaulatan Negara Atas Perkebunan



PEKANBARU,Riauandalas.com – Masyarakat hukum adat di Kabupaten Rokan Hulu, Riau, melalui perwakilannya, Hendri Syaputra, resmi mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum ke Pengadilan Negeri (PN) Pasir Pengaraian. Gugatan ini bukan sekadar tuntutan kerugian materiil triliunan rupiah, melainkan bentuk ketertiban hukum masyarakat dalam mendukung penuh regulasi pemerintah, khususnya kewajiban penyediaan kebun plasma sebesar 20% bagi masyarakat sekitar.

Konflik bermula dari pengelolaan lahan perkebunan kelapa sawit seluas ±54.330 hektare yang ditertibkan oleh Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH). Masyarakat menilai, sebagai warga negara yang taat hukum, mereka justru mendukung upaya pemerintah melalui Satgas PKH untuk menertibkan kawasan hutan yang dikuasai sejumlah perusahaan tanpa izin lengkap, seperti PT Ekadura Indonesia dan PT Perkebunan Nusantara V.

“Masyarakat sebenarnya mendukung penuh langkah pemerintah memberantas praktik tidak tertib dalam penguasaan lahan. Kami patuh hukum. Justru yang kami pertanyakan adalah kelanjutannya,” tegas Hendri Syaputra, yang juga mewakili masyarakat adat setempat, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (25/11/2025)

Dukungan pada Regulasi, Tuntutan pada Implementasi

Poin krusial dalam gugatan ini adalah penegakan kewajiban plasma 20% yang telah diamanatkan undang-undang, seperti UU No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan dan UU Cipta Kerja. Perusahaan perkebunan diwajibkan memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat seluas 20% dari total lahan yang mereka kelola.

“Ini aturan yang jelas dan baik untuk pemerataan ekonomi. Sayangnya, puluhan tahun beroperasi, perusahaan-perusahaan terdahulu tidak pernah menunaikan kewajiban ini. Ini adalah bentuk ketidakpatuhan terhadap hukum,” papar Franjul M Sianturi, S.E., S.H., salah satu kuasa hukum masyarakat.

Setelah Satgas PKH melakukan penertiban, masyarakat berharap tata kelola selanjutnya akan lebih baik dan mematuhi regulasi, termasuk soal plasma. Namun, harapan itu pupus ketika pengelolaan sementara lahan hasil penertiban diserahkan kepada PT Agrinas Palma Nusantara (Agrinas) tanpa proses lelang yang transparan dan tanpa melibatkan masyarakat.

“Di sinilah letak masalahnya. Satgas PKH dan Agrinas, yang seharusnya menjadi perpanjangan tangan pemerintah, justru dianggap mengabaikan amanat undang-undang yang sama. Mereka tidak pro-aktif memastikan hak 20% plasma untuk masyarakat. Ini adalah bentuk perlawanan halus terhadap kebijakan pemerintah sendiri,” tambah Famati Gulo, S.H., M.H., kuasa hukum lainnya.

Sikap Tidak Pro-Regulasi Plasma = Perlawanan pada Pemerintah

Gugatan ini menegaskan bahwa sikap apatis atau tidak pro-aktif dalam memfasilitasi plasma bukanlah sekadar kelalaian, melainkan suatu perbuatan melawan hukum. Terlebih, ketika hal ini dilakukan oleh institusi dan BUMN yang dibentuk berdasarkan tugas dan mandat pemerintah.

“Jika Satgas PKH dan Agrinas yang notabene dibentuk pemerintah justru mengabaikan regulasi plasma, apa bedanya dengan perlawanan terhadap pemerintah sendiri? Ini memberikan sinyal yang sangat buruk,” tegas Sianturi.

Masyarakat menuntut agar pengelolaan lahan yang diserahkan kepada Agrinas dinyatakan batal demi hukum karena tidak melalui prosedur yang benar. Mereka juga meminta agar penggantian pengelola, jika diperlukan, diberikan kepada pihak yang benar-benar berkomitmen mematuhi seluruh aturan, termasuk kewajiban inti berupa plasma 20%.

“Kami tidak melawan Satgas PKH. Kami justru meminta mereka dan Agrinas untuk konsisten pada aturan main yang dibuat pemerintah. Jangan sampai upaya penertiban yang bagus justru berujung pada pengulangan pelanggaran yang sama dengan aktor yang berbeda,” pungkas Hendri.

Gugatan ini menjadi ujian penting bagi komitmen pemerintah dalam menegakkan hukum di sektor agraria dan perkebunan, sekaligus bukti bahwa masyarakat siap menjadi mitra pemerintah yang kritis dan taat hukum untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bersama. [rls]

Posting Komentar

0 Komentar