Ticker

6/recent/ticker-posts

Kasus Piza Juliani Disorot, Ketua DPRD Pelalawan Turun ke Lapangan Pantau Penanganan



PELALAWAN,Riauandalas.com- Di balik gegap gempita narasi keberhasilan Pemerintah Kabupaten Pelalawan dalam menekan angka stunting dan mengentaskan kemiskinan, tersimpan potret getir yang menggugah nurani. Piza Juliani, bocah berusia 8 tahun asal Dusun Air Kuning, Kelurahan Kerumutan, Kecamatan Kerumutan, yang kini menjadi simbol nyata betapa masih banyak warga hidup dalam kemiskinan ekstrem jauh dari jangkauan tangan pemerintah.

Kisahnya mencuat setelah kondisi kesehatannya yang memprihatinkan viral di media sosial, memantik keprihatinan publik dan membuka tabir rapuhnya sistem perlindungan sosial.

Piza Juliani adalah anak pertama dari pasangan Saharudin dan Sari, keluarga dhuafa yang bertahan hidup dalam keterbatasan ekonomi. Kondisinya memburuk hingga akhirnya dirawat di RS Selasih sebelum diamankan oleh Rumah Singgah Rumah Relawan Dhuafa (RRD) untuk mendapatkan perawatan lebih intensif.

Ketua RRD, Dedi Aswandi, mengungkapkan pihaknya telah memberikan pendampingan penuh sejak anak tersebut dibawa ke rumah singgah.

 “Sudah dua minggu Piza kami rawat di RRD setelah diamankan dari rumah sakit. Kami berkomitmen mendampingi secara medis dan sosial hingga kondisinya pulih,” ujarnya.

Menanggapi derasnya reaksi publik, Ketua DPRD Pelalawan, Syafrizal, bersama Kepala Dinas kesehatan Asril, turun langsung ke Rumah Singgah RRD untuk meninjau kondisi Piza Juliani dan keluarganya.

 “Setelah saya lihat langsung, kondisi anak kita ini sudah jauh membaik. Dari pemberitaan sebelumnya memang sangat menggugah hati, dan hari ini alhamdulillah sudah sehat,” tutur Ketua DPRD dengan nada lega.

Meski memberikan apresiasi atas kerja cepat pihak RRD, Syafriza menegaskan pentingnya kerja nyata yang berkesinambungan.

“Harapan kami, Dinas harus bekerja optimal. Semangat mengurus sampai sembuh ini jangan hanya muncul ketika kasus viral. Itu harus menjadi standar bagi semua pelayanan masyarakat dhuafa,” tegasnya.

Ia juga meminta agar perangkat desa dan petugas kesehatan di tingkat bawah proaktif mendata warga miskin ekstrem untuk mencegah kasus serupa terulang.

“Tidak boleh hanya reaktif. Setiap keluarga yang rentan miskin dan gizi buruk harus mendapat perhatian serius,” tambahnya.

Sementara itu,ditempat yang sama Kepala Dinas Kesehatan Pelalawan, Asril, memberikan klarifikasi mengenai data gizi buruk di wilayahnya, sembari mengklaim bahwa intervensi telah dilakukan.

"Kasus gizi buruk yang tercatat pada tahun 2025 ini empat orang. Dan itu sudah dilakukan intervensi langsung oleh petugas kita, baik di desa," ungkap Kadiskes Asril.

Ia menjelaskan bahwa Posyandu adalah lini terdepan, namun mengakui adanya potensi kasus yang lolos. "Gizi buruk ini diawali dengan kunjungan di Posyandu, Namun jika ditemukan oleh masyarakat ataupun dari luar Posyandu, maka pihak Desa yang akan menindaklanjuti."

Asril menutup dengan janji bahwa penanggulangan gizi buruk adalah program prioritas.

"Pada prinsipnya, baik itu gizi kurang, apalagi gizi buruk, tentu Dinas Kesehatan akan menanggulangi dan itu akan diintervensi agar dia keluar dari gizi buruk. Dan itu menjadi program prioritas Pemerintah di tahun 2025 ini."tutupnya

Kasus Piza Juliani telah menjadi cermin kegagalan sistemik, sekaligus momentum bagi Pemkab Pelalawan untuk mengoreksi arah kebijakan penanggulangan kemiskinan. Program sosial yang selama ini dikelola dinilai lebih banyak berhenti di tataran administratif ketimbang berdampak nyata di lapangan.

Kasus Piza Juliani adalah potret kecil dari persoalan besar yang menuntut keberanian moral dan kebijakan berbasis empati. Ketika kemiskinan harus viral dulu untuk mendapat perhatian, maka di situlah fungsi pemerintah patut dipertanyakan.

Kini, mata publik menatap pada Pemerintah Kabupaten Pelalawan, apakah kasus ini akan menjadi pelajaran berharga untuk reformasi sosial yang berkeadilan, atau sekadar sensasi sementara yang hilang bersama arus pemberitaan.

Posting Komentar

0 Komentar