Ticker

6/recent/ticker-posts

Defisit APBD Riau 3,5 Triliunan Harus Diselesaikan Secara Hukum



PEKANBARU,Riauandalas.com-Defisit APBD Riau tahun 2025 sebesar Rp 3,5 triliun diduga kuat melanggar hukum. Hal itu disebutkan salah satu Lembaga masyarakat, Lembaga Pemantau Kebijakan Pemerintah dan Kejahatan di Indonesia (LP-KKI). Wakil Gubernur Riau, SF Hariyanto diminta berikan pertanggungjawaban hukum, dan masyarakat dapat lakukan upaya hukum karena dirugikan dengan tidak dapatkan pembangunan infrastruktur dan layanan publik lainnya. 


Pernyataan itu disampaikan oleh ketua LP-KKI, Feri Sibarani, SH, MH, hari ini di Pekanbaru, saat berbincang dengan sejumlah awak media dan sejumlah aktivis Riau tahun lainnya. Menurutnya, isu mengenai defisit APBD Riau yang berjumlah triliunan rupiah, yang saat ini telah menjadi permasalahan krusial bagi Pemerintah Provinsi Riau disebut bukan sekedar sebuah kendala untuk pembangunan Riau, tetapi menjadi masalah serius, karena melanggar hukum. 


"Singkatnya, bahwa defisit APBD itu sudah diatur batasan maksimalnya yaitu sebesar 3% atau paling tinggi 4,5% dari nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan juga ditegaskan lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Jika melanggar, berati hal itu jelas pelanggaran hukum yang disengaja "Sebut Feri Sibarani. 


Sebagaimana diketahui, dampak dari peristiwa defisit APBD Riau tahun 2025 ini sangat merugikan 6 jutaan rakyat penduduk Riau, karena akan mengalami penundaan pembangunan yang sudah di anggarkan untuk tahun 2025. Menurut Feri Sibarani, secara hukum, jika defisit dapat dikaji dan di telusuri pelanggaran hukumnya, maka rakyat Riau dengan hak legal standing dapat melaporkan kepala daerah atau pengelola anggaran Pemprov Riau tahun 2024 ke lembaga penegak hukum. 


"Sebagai konsekwensi atas pelanggaran dalam pengelolaan keuangan Pemprov Riau tahun 2024 yang menyebabkan defisit APBD Riau tahun 2025 ini, secara hukum tentunya masyarakat dapat melaporkan kepala pemerintahan tahun 2024 kepada penegak hukum agar dilakukan proses hukum, untuk memastikan aliran-aliran uang negara melalui kebijakan Pemerintah saat itu. Kita ini kan semua berhak mengawasi dan melakukan upaya hukum, jika ada indikasi. Nah defisit ini sudah jelas indikasinya" Jelas Feri. 


Diketahui dari data Badan Pusat Statistik (BPS) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Riau pada tahun 2024 tercatat sebesar Rp 1.112,48 triliun berdasarkan harga berlaku, dan Rp 571,23 triliun berdasarkan harga konstan 2010. Sehingga jika dikalikan dengan aturan perundang-undangan tentang batas maksimal defisit APBD sebesar 3% atau maksimal 4,5% dari PDRB, maka jumlah defisit APBD Riau tahun 2025 sebesar Rp 3,5 Triliun menjadi sangat tidak masuk akal dan diduga kuat melanggar hukum. 


"Tinggal dikalikan aja. Berapa angka yang dihasilkan, jika dikalikan 3% atau 4,5% dari nilai PDRB Riau tahun 2024 sebesar Rp 1.112,48 triliun? Paling di kisaran angka 35 miliaran kan?" Bayangkan, seharusnya batasnya 35 miliar yang diperbolehkan, namun ini mencapai 3,5 triliun. Bagaimana Pj Gubri dan Sekda Riau kala itu mampu menjelaskan itu secara hukum" Lanjut Feri. 


Ia juga meminta agar Kajati Riau, Akmal Abbas, tidak diam-diam aja terhadap permasalahan ini. Menurutnya, sebagai lembaga penegak hukum paling terdepan dalam pemantauan pengelolaan anggaran keuangan Pemerintahan, terlebih saat ini persoalan defisit APBD Riau sudah menjadi trending topik, sudah seharusnya Kejati Riau bertindak secara signifikan.


"Masa ya diam-diam aja? Masa ya, musti KPK yang jauh di Jakarta sana yang harus turun? Kalau begini kinerja Kepala Kejaksaan, maka untuk apa ada Kejaksaan tinggi di Riau ini? Mending ditutup aja lah kantor Kejaksaan tinggi Riau ini" Sebut Feri. 


Ia juga menyinggung, selama kepemimpinan Kajati Riau, Akmal Abbas di Riau, sangat minim adanya penindakan korupsi, khususnya yang bernilai besar. Padahal disebutnya, Riau di kenal luas sebagai daerah dengan Zona merah korupsi. 


"Kita nyaris tidak pernah dengar ya, Kejati Riau tangkap sekda, tangkap bupati, walikota, apalagi selevel Gubernur. Bahkan terkait dugaan korupsi yang nyata-nyata terlihat mata telanjang seperti pembangunan payung elektronik Masjid Agung Pekanbaru, kasus Bansos Siak, malah di SP3. Demikian juga dugaan kasus korupsi di BUMD PT. PHR yang dilaporkan anggota DPR RI, Hinca Panjaitan, malah tidak ada aksi apapun. Ini Kajati paling tidak bernyali memberantas korupsi, menurut kami, ini juga bukti kurang mengabdi kepada Negara" Pungkasnya. 


Sumber: LP-KKI/NN

Penulis: FIT



Posting Komentar

0 Komentar