INHILPemerintahan

Tumpang Tindih Pondasi Gedung TPA, Warga Desa Tukjimun Minta Kembalikan Dana Swadaya.

INHIL,Riauandalas.com– Niat dari awal yang tidak baik dari oknum kepala desa maupun perangkat desa lainnya dalam penggunaan dana desa merupakan penyebab utama terjadinya kasus korupsi. Mereka tahu tindakan tersebut salah dari sisi hukum, namun tetap melakukan.

Seperti yang terjadi pada pembangunan gedung TPA yang terletakk di RT 06 Desa Tukjimun kecamatan kemuning-inhil.
Bangunan gedung dengan sumber dana dari Dana Desa (P3MD) berukuran 9×6 meter dengan total biaya Fisik sebesar Rp. 147.096.000,- tahun anggaran 2018.

Pembangunan gedung TPA tersebut pada awal mulanya dibangun pada tahun 2015 dengan dana dari swadaya masyarakat dengan ukuran 12×6 meter, berhubung keterbatasan dana, maka dengan dana yang ada dari swadaya masyarakat tersebut hanya sebatas pengecoran pondasi gedung. Pada penganggaran dana desa tahun 2018, kepala desa Tukjimun mengalokasikan pembagunan gedung TPA pada tempat lokasi yang sama dan pondasi gedung yang sama, pondasi gedung hasil dari swadaya masyarakat.

Hal ini langsung menimbulkan kegaduhan masyarakat di RT 06 Desa Tukjimun, masyarakat mempertanyakan tentang biaya pembuatan pondasi hasil swadaya, sedangkan dalam RAB dihitung dari nol, yang artinya terjadi adanya tumpang tindih antara biaya swadaya masyarakat dengan biaya dana desa.

Gambar pondasi swadaya yang digunakan untuk pembangunan gedung TPA

Agar tidak menimbulkan kegaduhan yang berkepanjangan, Kepala desa Tukjimun mengadakan musyawarah dengan menghadirkan perwakilan dari berbagai lapisan masyarakat dan juga dihadiri oleh pendamping desa pemberdayaan P3MD kecamatan kemuning pada sabtu, 11/08/2018.
Dalam musyawarah tersebut dicapai kesepakatan bahwa kepala desa Tukjimun bersedia menggembalikan dana pembuatan pondasi bangunan TPA hasil dari swadaya masyarakat.

Hal seperti ini kemungkinan bisa saja tidak terjadi apabila ada yang namanya keterbukaan (transpa­ransi). Transparansi ini secara teknis juga se­makin apik jika melibatkan para pemangku kepentingan. Artinya, dalam konteks penge­lolaan dana desa ini, dalam memenuhi prinsip tata kelola pemerin­tahan yang baik, ma­sya­rakat desa perlu dilibatkan dalam pelak­sa­naan anggaran dana desa. Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan dana desa dapat dilakukan melalui musyawarah desa yang merupakan forum permusyawaratan yang diikuti oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD), pemerintah desa, dan unsur masyarakat desa untuk me­musyawaratkan hal yang bersifat strategis dalam penyelenggaraan peme­rintahan desa.

Melalui kegiatan inilah Badan Permusya­waratan Desa (BPD) bisa menyerap, me­nampung, menghimpun, dan menin­indak­lan­juti aspirasi masyarakat. Tentu saja dalam hal ini, BPD berhak mengawasi dan me­minta kete­rangan tentang penye­lengga­raan pemerin­tahan desa kepada pemerintah desa.

Tim/FKWI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *