Berita utamaPemerintahanRiau

Terkendala Kewenangan, Rp480 M Anggaran Ciptada Tak Bisa Digunakan

Dwi Agus
Pekanbaru, Riau Andalas.com–Terkendala kewenangan Rp480 miliar dari total pagu anggaran Rp867 Miliar Dinas Cipta Karya Tata Ruang dan Sumber Daya Air (Ciptada) Provinsi Riau tak bisa dijalankan. Hal itu disebabkan adanya perubahan kewenangan sesuai UU 23 tahun 2014 yang telah diberlakukan tahun 2016 ini.

Menurut Kepala Dinas Ciptada Riau Dwi Agus Sumarno, adapun kewenangan yang menghambat perealisasian tersebut, karena tidak sesuai dengan Tupoksi instansi yang berjalannya dalam APBD 2015 sebelumnya. Seperti jalan pedesaan dan lainya yang tidak lagi menjadi tanggunga jawab Dinas ciptada Riau.

“Pada APBD 2015 lalu, Dinas Ciptada Riau sudah pernah menjalankan kegiatan sebesar Rp119 Miliar, namun jadi temuan BPK RI. Sehingga harus dipertanggungjawabkan oleh ciptada Riau. Untuk itu anggara yang sebelumnya dianggarkan itu tidak bisa dijalankan,” kata Dwi Ahad sore lalu.

Temuan itu terjadi katanya, karena ada kesalahan administrasi. Dimana aturannya baru diberlakukan pada 23 Oktober 2015 terkait UU 23/2014 yang diketuk palu oleh DPR RI pada Oktober 2014. Sesuai aturan baru berlaku setahun setelah ketuk palu atau pada Oktober 2015. Sementara anggaran 2016 baru dilakukan pembahasan sepanjang Januari-April 2015, atau sebelum UU 23/2014 diberlakukan.
Karena ada kesalahan administratif, maka dalam berjalannya APBD 2016 sekarang, memang Dinas Ciptada tidak lagi memaksakan menjalankan anggaran. “Setelah dihitung-hitung masalah kewenangan, ada sekitar Rp480 miliar yang memang tak bisa dilaksanakan,” tambahnya.
Dicontohkan Dwi terkait besaran anggaran tersebut yang tak bisa digunakan seperti infrastruktur pedesaan, jalan poros desa, yang sekarang sudah menjadi kewenangan kabupaten/kota. Kemudian drainase pedesaan, air minum pedesaan, pembangunan kawasan pemukiman, juga sektor sumber daya air. “Bisa dilaksanakan jika dirubah nomenklatur pada APBD-P,” katanya.
Perubahan nomenklatur kata DAS, singkatan nama Kadis Ciptada bisa dilakukan seperti untuk lima sektor kawasan. Mulai infrastruktur kawasan minapolitan, Agropolitan, kawasan perbatasan, kawasan cepat tumbuh (Bagan Sinembah, Duri, Perawang, Bagan Batu, Ujung Batu) serta kawasan kumuh di perkotaan.
Kemudian sambungnya untuk pemukimannya memang kewenangan Ciptada. Namun ada aturan dimana kawasannya minimal dibawah 15 hektar baru bisa dilaksanakan melalui Bantuan Keuangan (Bankeu). Jika lebih dari luasan tersebut maka pelaksanaannya harus seizin pusat. Hal inilah kata Dwi yang mengakibatkan serapan di instansi yang dipimpinnya hingga memasuki triwulan kedua 2016 baru mencapai 3 persenan.
“Termasuk juga didalamnya dari Rp168 Miliar di SDA, Rp105 miliarnya tak bisa dilaksanakan,” terangnya.
Terkait hal tersebut, dijelaskan Dwi karena posisi pengendalian banjir termasuk dalam empat kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) di  sungai Kampar, Siak, Indragiri dan Rokan, adalah kewenangan pusat. Mengacu pada UU 11/74 tentang Sumber Daya Air (SDA). Sehingga penanganan banjir di Indragiri, turap di Sungai Siak, rawa irigasi di Inhil, Kampar, rohul dan lainnya yang melewati empat sungai besar tak bisa dilaksanakan.
“Bisa digunakan apabila diperbaiki nomenklaturnya, melalui MoU antara Pemda dengan pusat. Nanti yang dikerjakan diserahkan ke pusat dan mereka wajib memelihara, hanya saja sampai sekarang mereka belum mau MoU,” sambung Dwi.
Dicontohkannya pula terkait hal tersebut seperti bangunan gedung air di daerah Bungaraya, Siak untuk pertanian disana. Karena DAS Siak punya kewenangan negara maka Pemprov Riau tak bisa melaksanakan.
Disinggung mengenai MoU, diakui Dwi dirinya sudah sejak Februari mengurus ke pusat bersama beberapa anggota DPRD Riau, seperti Asri Auzar dan Hardianto, namun sayangnya jalan keluarnya belum ada sampai sekarang. “Karena rekomendasinya tak ada, jadi belum kita laksanakan,” sambungnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *