AndalasBabelTravel

Tanjung Kelayang tercatat sebagai KEK paling cepat dibangun.

BANGKA, Riau Andalas.com –  Pemerintah mengeluarkan empat status kawasan ekonomi khusus (KEK) pariwisata; Tanjung Lesung (Banten), Mandalika (Nusa Tenggara Barat), Morotai (Maluku Utara), dan Tanjung Kelayang (Bangka-Belitung). Tanjung Kelayang tercatat sebagai KEK paling cepat dibangun.
Tanjung Lesung ditetapkan sebagai KEK lewat PP No 26 Tahun 2012, dan beroperasi setelah diresmikan Presiden Joko Widodo tanggal 23 Februari 2015. Mandalika mendapat status KEK sejak 2014 lewat PP No 52 tahun 2014, tapi baru diresmikan Wapres Jusuf Kalla, Desember 2015.
Lewat PP No 50 tahun 2014, Morotai menjadi KEK dan pembangunan dimulai 2015. Tanjung Kelayang hanya butuh enam bulan, terhitung sejak terbitnya PP No 6 tahun 2016 tanggal 18 Maret 2016, untuk memulai pembangunan. Peletakan batu pertama pembangunan dilakukan Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya, 2 September lalu.
Tanjung Kelayang tidak hanya yang tercepat, tapi juga KEK Pariwisata dengan investasi — untuk infrastruktur jalan, perpanjangan landas pacu bandara, listrik — terkecil, yaitu Rp 1,5 triliun. Bandingkan dengan Mandalika yang butuh Rp 2,2 triliun, Tanjung Lesung Rp 4,2 triliun, dan Morotai Rp 6,8 triliun.
Luas wilayah KEK Tanjung Kelayang juga yang terkecil dibanding tiga KEK Pariwisata lainnya, yaitu 324,4 hektar. Morotai, Mandalika, dan Tanjung Lesung masing-masing 1.101,76, 1035,67, dan 1.500 hektar.
Namun bukan itu yang membuat Tanjung Kelayang menjadi KEK dengan pembangunan tercepat. Menteri Pariwiwata (Menpar) Arief Yahya mengatakan KEK Tanjung Kelayang menjadi yang tercepat karena Belitung Maritime Silk Road, konsorsium lima perusahaan Group Dharmawangsa yang dipercaya mengelola, bergerak cepat.
Konsorsium, terdiri dari PT Belitung Pantai Intan (Belpi), PT Bumi Belitung Indah. PT Nusa Kukila, PT Tanjung Kasuarina, dan PT Sentra Gita Nusantara, bergerak setelah PP No 6 tahun 2016 ditanda-tangani Presiden Joko Widodo.
Mereka memulai pembangunan tahap pertama berupa The Kapitein House, hotel 98 kamar dan 30 villa, dengan target operasi 17 Agustus 2018. The Kapitein House adalah resor dengan konsep Heritage at Dutch Era.
Setelah tahap pertama selesai, konsorsium segera membangun tahap kedua di atas lahan 25,38 hektar. Resor tahap kedua ini menggunakan konsep Majapahit Heritage, dengan sepuluh fasilitas pariwisata, seperti marina and marine centre, residential villas, equestrian resort villas, polo and equestrian club serta Natural Farm Homestay bertaraf internasional.
Seiring percepatan konsorsium mendatangkan investor dan membangun amenitas, pemerintah membangun infrastruktur jalan, jaringan air bersih, listrik, dan menjadikan Bandara Hanandjoeddin sebagai bandara internasional.
Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya berjanji sebelum libur akhir tahun 2016 Bandara Hanandjoeddin akan menjadi bandara internasional. Landas pacu akan diperpanjang sampai 2.500 meter, dan terminal penumpang diperbesar akan menampung 20 ribu orang.
Saat ini pun Bandara Hanandjoeddin telah bisa didarati pesawat Boeing 737-800, yang membuat Menhub Budi Karya mengundang tiga maskapai dalam negeri; Garuda Indonesia, Lion Air, dan Sriwijaya Air membuka rute Kuala Lumpur-Tanjungpandan dan Singapura-Tanjungpandan.
Yang juga mempercepat pembangunan KEK Tanjung Kelayang adalah Pentahelix-nya jalan. Pentahelix adalah kolaborasi lima stakeholder pariwisata, yaitu akademisi, bisnis, komunitas, pemerintah, dan media — biasa disingkat ABCGM.
Pemerintah Kabupaten Belitung bergerak cepat menyosialisasi kehadiran KEK Tanjung Kelayang kepada masyarakatnya.
Gubernur Bangka-Belitung (Babel) Rustam Effendi menandatangani memorandum of understandin (MoU) pembangunan homestay agar community development berjalan.
Menpar Arief Yahya mengatakan komunitas adalah bagian ekosistem yang sangat penting. Komunitas akan memberikan atraksi budaya, adat-istiadat, kuliner, dan kesenian, sebagai culture value yang menaikan nilai destinasi.
Satu hal yang harus diingat, menurut Menpar Arief Yahya, 60 persen wisman masuk ke Indonesia dengan alasan kultural. Hanya 35 persen yang beralasan nature, dan lima persen man-made.
Adhiwira, pengusaha resto di Tanjungpandan, membenarkan pernyataan Menpar Arief Yahya. Menurutnya, pembangunan pariwisata memprovokasi masyarakat untuk menggali kembali tradisi berkesenian yang nyaris punah. Salah satunya Beripat Beregong, seni pertarungan menggunakan rotan dan perisai. “Warga juga memperkenalkan kembali berbagai kuliner yang hampir punah,” katanya. “Dua di antaranya; kukus rap menggale dan bubor jawak.”
Adhiwira yakin akan banyak komunitas budaya Melayu Belitung yang tergerak untuk terlibat dalam pembangunan pariwisata Tanjung Kelayang. Ia juga yakin setelah Tanjung Kelayang terbangun, destinasi wisata lain di Pulau Belitung akan bangkit.
Khusus Tanjung Kelayang, Menpar Arief Yahya menargetkan 500 kunjungan wisman pada tahun 2019, atau sepuluh kali limpat dari jumlah saat ini. Jika itu tercapai, Tanjung Kelayang adalah penopang target 20 juta wisman pada tahun 2019.

Sumber Liputan 6

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *