PekanbaruPemerintahanPolitik

Pilwako 2017, PNS kini Mulai terkotak -kotak..!

100_4995

PEKANBARU, Riau Andalas.com — Menjelang perhelatan pemilihan  Walikota Pekanbaru (PILWAKO) 2017, berbagai persoalan mencuat  ke permukaan terutama isu soal keterlibatan Pegawai Negeri Sipil (PNS) layanan publik. Karena dalam realitanya, para PNS yang memegang jabatan di Pemerintah kota Pekanbaru yang seharusnya netral, kini mulai terkotak-kotak dan melupakan marwahnya sebagai pejabat publik dan PNS.

Sebagai pejabat publik dan PNS seharusnya mereka harus bersikap netral pada Pilkada lima tahunanan ini. Tapi yang terjadi malah sebaliknya, sebagian mereka malah asyik mencari muka dan melanggar aturan perundang undangan yang berlaku.  Bahkan tidak sedikit diantara mereka menjadi tim sukses salah satu bakal calon Walikota incamben.

Dalam UU sudah jelas melarang setiap PNS  ikut berpolitik praktis dan harus netral serta ada sanksi tegas seperti UU No 43 Tahun 1999 tentang perubahan UU No 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian ditegaskan bahwa “Untuk menjamin netralitas Pegawai Negeri Sipil maka Pegawai Negeri Sipil dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik” (Pasal 3 ayat 3).

Undang-undang tentang disiplin PNS yang mengatur tentang larangan bagi PNS dalam Pilkada yaitu PP No 53 Tahun 2010. PP ini diharapkan dapat membentengi dan meminimalkan PNS menjadi korban Pilkada.  Sementara dalam PP No 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS Pasal 4 “Setiap PNS dilarang : angka 15 “memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, dengan cara :

a.    terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah;
b.    menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye;
c.    membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye; dan/atau
d.    mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.

Hukuman Disiplin yang dapat diberikan kepada PNS yang melanggar larangan sebagaimana tersebut dalam Pasal 4 angka 15 tersebut adalah sebagai berikut :
camat-payung-sekaki
1.    Hukuman Disiplin Sedang bagi PNS yang terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah (Pasal 4 angka 15 huruf a yaitu seperti bertindak sebagai pelaksana kampanye, petugas kampanye/tim sukses, tenaga ahli, penyandang dana, pencari dana, dan lain-lain sebagaimana penjelasan PP 53 Tahun 2010 Pasal 4 Angka 15 huruf a) dan  mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat (Pasal 4 angka 15 huruf d)

2. Hukuman Disiplin Berat bagi PNS yang memberikan dukungan dengan cara  menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye (Pasal 4 angka 15 huruf b) dan membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye (Pasal 4 angka 15 huruf c)

Terkait dengan larangan bagi PNS dalam Pilkada, UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 79 ayat (1) dan ayat (4) menegaskan hal-hal sebagai berikut :
Ayat (1) “Dalam kampanye , dilarang melibatkan :
a. Hakim pada semua peradilan;
b. Pejabat BUMN/BUMD;
c. Pejabat struktural dan fungsional dalam jabatan negeri;
d. Kepala Desa.

Ayat (4) “Pasangan Calon dilarang melibatkan Pegawai Negeri Sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai peserta kampanye dan juru kampanye dalam pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Berdasarkan berbagai ketentuan tentang larangan bagi PNS dalam Pilkada tersebut di atas, maka secara legal formal sebenarnya telah cukup kuat posisi bagi PNS untuk bersikap netral dalam Pilkada. Tetapi persoalannya, apakah aturan tersebut siap dilaksanakan oleh para kandidat Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah yang akan bertarung dalam Pilkada secara konsisten dan adil terhadap seluruh PNS, apakah pendukung atau bukan pendukungnya, termasuk setelah kandidat tersebut terpilih menjadi Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah yang sementara ini juga berkedudukan sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) di daerah kekuasaannya.

Dengan secara absolut UU menegaskan dengan sanksi tegas. Sayang,  kita melihat banyak pejabat daerah kita melanggar aturan ini. Mereka perlu banyak di bimbing tentang pengetahuan hukum agar paham bahwa aturan itu ditegakkan bukan untuk dilanggar, kalau tetap dilanggar bagaimana kita bisa mendidik masyarakat untuk taat hukum sementara penegaknya dengan terbuka melanggar aturan tersebut.

“Bagi pejabat yang menjadi  timses akan kami adukan langsung ke instansi berwenang. Dan bagi masyarakat kami himbau untuk aktif memantau dan mengkritisi serta  menegur keras jika ada PNS yang nyata nyata berkampanye untuk Pemilukada. Sebagai orang cerdas dan intelek mari kita ajarkan masyarakat untuk taat kepada aturan serta memberikan pendidikan politik yang baik guna menghasilkan demokrasi yang berkualitas. (Hendri Abadi hsb)***

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *