Berita utamaLingkungan

Kunjungan Jurnalis dan UNDP REDD+: Karhutla, Pidana Lingkungan Jangan Diabaikan

Siak, Riauandalas.com- Puluhan jurnalis bersama United Nation Development UNDP REDD+ mengadakan diskusi terkait masalah kebakaran hutan dan lahan (Karthutla) di Provinsi Riau, sekaligus dalam acara program media visit bersama jurnalis dan pembelajaran dalam menangulangi karhutla. Adapun tujuan diskusi tersebut, agar jurnalis guna memahami grass root (akar masalah red)  Karhutla, Kamis (19/11) bertempat di Hotel Grand Menpura
Kabupaten Siak.

IMG-20151120-02915“Jangan masalah karhutla ini diabaikan. Sementara masalah korupsi sering muncul ke permukaan,” ungkap Ning Parlan selaku Manager Komunikasi dan Kerjasama dihadapan para jurnalis saat membuka diskusi.

Dijelaskan Ning Parlan, memang saat ini terkait masalah hukum di Indonesia tentang lingkungan kurang perhatian di meja hijau. “Coba dilihat apakah ada kasus lingkungan muncul di permukaan, ” kata Ning Parlan.

Apalagi, kata Ning Parlan, peran intelektual sebagai pemberi saksi dari keterangan ahli di dalam persidangan kurang mendukung, sehingga sulit untuk mencari pembuktian dan penegakkan hukum. “Ini lemah karena sertifikasi untuk para Hakim memutus perkara perlu ditinjau, ” sebut Ning Parlan.

Dijelaskan Ning, untuk daerah yang sering terjadi hotspot di Riau ada di enam kabupaten seperti Rohil, Inhil, Pelalawan, Siak, Meranti dan Bengkalis.

Ning Parlan menjelaskan, saat ini pihaknya mulai menggalang semua pihak untuk fokus mengantisipasi tentang peristiwa karhutla. “Dibeberapa Provinsi di Indoensia, tim kami mulai bekerja sejak bulan Oktober 2015 hingga Juli 2016. Ada juga di Sumatera dan Kalimantan,” terang Ning Parlan.

Dikatakan Ning Parlan, dengan adanya diskusi ini dapat bersinergi serta mengetahui apa persoalan utama karhutla. Sebab banyak faktor akibat terjadinya karhutla itu.

”Usai diskusi ini, selanjutnya pihaknya dan jurnalis akan meninjau langsung bagaimana proses mengantisipasi karhutla di lahan gambut. Sebab, lahan gambut salah satu yang paling berbahaya terjadinya karhutla. Karena saat ini ada empat wilayah yakni, Desa Bakul Buruk, Kampung Jawa, Desa Sepahat, dan Desa Tanjung Leban yang sudah normalisasi dan kanal untuk mencegah karhutla,” ungkap Ning Parlan.

Ditambahkan Ning Parlan, persoalan tentang kabut asap masih menjadi topik hangat untuk dibahas. Memang beberapa minggu ini kondisi kabut di Kota Pekanbaru dan di Kabupaten/kota asap sudah normal kembali.

Meski begitu perlu diperhatikan oleh semua pihak agar untuk tahun berikutnya kabut asap di Riau tidak terjadi lagi.
Karena akibat kabut asap itu banyak pihak yang dirugikan, bahkan menimbulkan korban jiwa. Untuk itu, berbagai pihak perlu bersinergi dan keseriusan steak holder untuk menyikapinya, sehingga kedepan kabut asap itu tidak terulang lagi.

”Untuk kedepan diharapkan semua pihak harus berpikir untuk mencegah terjadi karhutla. Begitu juga semua pihak yang terkait dengan karhutla harus duduk bersama. Hal ini untuk membahas karhutla. Namun, yang paling penting penegakkan hukum mesti berjalan sesuai aturan yang berlaku dan pihak yang bersalah harus ditindak tegas,”pungkas Ning Parlan.

Hadir   ahli lahan gambut,  yaitu: Dr Harris Gunawan. Dalam paparanya, Dr Harris menjelaskan bahwa terjadinya karhutla ini sangat banyak pengaruhnya. Baik dari segi ekonomi, ekositem bahkan menyebabkan korban jiwa. Karena akibat kabut asap yang terjadi itu lebih  disebabkan oleh manusianya sendiri.

”Karena banyak  yang menembang pohon dengan dibakar. Apalagi, rata-rata lahan yang terbakar adalah lahan gambut rawa, sehingga mudah terbakar dan sulit untuk dipadamkan dengan waktu yang singkat,” kata Dr Harris.

Diterangkan Dr Harris, untuk pencegahan agar tidak terjadi kabut asap, maka perlu kesadaran baik dari masyarakata dan perusahaan supaya tidak membakar lahan.”Kemudian untuk mengantisipasinya membangunnormalisasi dan sekat kana,” ujar Dr Harris yang juga sebagai Dosen di UR ini di hadapan jurnalis.

Dr Harris menambahkan, selain itu untuk mengatasi terjadinya karhutla perlu ada perbaikan kubah gambut sebagai sumber air. Kemudian perluasan pembebasan gambut baik skala makro dan mikro, lakukan evaluasi dan moratorium kanal. Selanjutnya, lakukan penertiban terhadap perkebunan sawit tanpa badan hukum.”Yang paling penting tindak tegas kejadian kebakaran lahan di dalam dan di luar. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi lagi kabut asap,” kata Dr Harris.

Kemudian yang terakhir dikatakan Dr Harris untuk mencegah terjadinya karhutla yaitu dengan revitilasi tata air dan melakukan rekayas sosial.”Bekerjasama dengan masyarakat agar menanam pohon. Hal ini agar ekosistim gambut tidak rusak. Selain itu, jaga lingkungan untuk membakar lahan. Sebab jika dibakar, tentu pemadaman di lahan gambut butuh waktu yang lama,” pungkas Dr Harris. (Hartono Panggabean)***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *