NasionalPolitik

Karpet Otsus Tuan Presiden

PEKANBARU, Riauandalas.com-Runtuhnya monarki absolut Perancis, adalah akumulasi dari ketidakcakapan penguasa mengelola pembangkangan rakyatnya. Pembangkangan yang lahir dari kesadaran akan hak kesejahteraan. Hasil jerihpayah yang harusnya kembali kepada rakyat dirampas untuk memenuhi syahwat glamor lingkungan istana. Yang pada akhirnya, Raja Louis dan istri, Marie Antoinette yang sosialita itu pun menjadi tumbal di Guillotine. Tragis dan mengerikan.

Doktrin Liberte kemudian menjalar ke negara-negara benua biru lainnya. Alhasil, rakyatnyapun tumbuhkembang dalam pemikiran yang merdeka, serta diberi ruang berargumen yang luas. Lalu eropa pun menjadi kiblat peradaban dunia dalam tiga abad terakhir. Bisa jadi adalah dampak logis dari pergulatan pemikiran yang dalam, disertai perlawanan dari kaum yang ditindas.

Namun kemudian, standar ganda akan kebebasan nilai-nilai kemanusiaan yang universal mulai menyeruak pada bangsa-bangsa eropa ini. Satu-persatu ekspansi dan pencaplokan dengan tamak. Tipudaya dan persekongkolan untuk menguras kekayaan alam di belahan bumi lain mereka lakukan. Kerajaan-kerajaan di Nusantara tak luput menjadi mangsa.

Seperti analisa Anis Matta, sadar nian akan kekuatan secara struktur dasar sosial(etnis) dan politis(kerajaan) yang tidak mampu bertahan dengan gempuran kolonial, maka memerlukan modus eksistensi baru dalam ikatan sosial dan politik yang baru dan lebih besar.

Puncak dari menyatukan etnis dan kerajaan-kerajaan kecil ini adalah pada momentum Sumpah Pemuda dan Proklamasi. Sumpah pemuda mendeklarasikan diri sebagai bangsa, dan saat Proklamasi deklarasi sebagai sebuah negara. Itulah Asbab lahirnya Indonesia.

Pertanyaan besarnya, apa kemudian dengan menyatu kedalam entitas besar yang namanya Republik Indonesia ini membuat mimpi akan kesejahteraan dan kebebasan itu terwujud?. Atau malah daerah administratif yang namanya Riau beserta Melayu sebagai etnis awal, malah semakin termarginalkan?

Secara diplomatis Jakarta akan menjawab, Negara Selalu Hadir Untuk Mensejahterakan Rakyatnya. Namun disaat yang sama, anak-anak Sakai masih tetap bertelanjang dada diatas pipa-pipa Chevron karena kefakiran. Padahal minyak yang dikuras tanpa ampun dari tanah mereka, punya sejarah panjang penyumbang terbesar pendapatan di negara ini.

Begitu juga Anak-anak Talang Mamak yang masih hidup dalam peradaban komunikasi zaman batu. Sementara laman mereka tak henti mengucurkan CPO, yang dengan bangga disebut menjadi komoditas penyumbang devisa terbesar itu. Alam tempat mereka bergantung hidup sudah dikavling-kavling keserakahan. Asa apa lagi yang tersisa? Ah, mungkin masih ada harapan dari mencungkil bisa kalajengking yang konon katanya harganya sangat fantastis itu.

Otonomi khusus kembali menggelinding kepermukaan. Formulasi yang sejauh ini dinilai paling ampuh mendekatkan jurang kesejahteraan dengan ketidakberpunyaan yang terlalu mengangga. Sebab itu, Tuan Presiden yang akan berkunjung ke Bumi Lancang Kuning, berilah ruang dan waktu Datuk-datuk kami tuk duduk bersila beradu lutut dengan Tuan.

Terimalah keluh kesah dari penyambung lidah kami. Tawaran yang mungkin saja masih jauh dari hak yang seharusnya di dapat. Namun berpantang tuk merengek ataupun mengemis. Adab dan adat masih menjadi wahyu bagi kami. Andaipun aksi jalanan yang akan dipertontonkan kepada Tuan nanti, terima saja.

Tapi, jika Tuan anggap itu semua nantinya hanya seperti kiambang, maka kekecewaan akan bertransformasi dengan caranya sendiri, sebuah keniscayaan, seperti api dalam sekam. Peristiwa Bastille sebagai lambang keangkuhan dalam sejarah Perancis cukuplah menjadi pelajaran yang membekas, jika mau berpikir. Selamat datang Tuan Presiden. Kami sambut Tuan dengan Karpet Otonomi Khusus.

Oleh: Alwira Fanzary

Ketua OKP Lingkar Anak Negeri Riau

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *