NasionalPolitikRiau

Jakarta Ongkang-ongkang

PEKANBARU, Riauandalas.com– Sejarah imperium Majapahit dan Sriwijaya, sejauh ini oleh sebagian kalangan masih dibangga-banggakan kemasyhurannya. Terutama jika membicarakan wilayah kekuasaan, konon meliputi pulau-pulau berbaris yang menjadi bagian Indonesia saat ini.

Seonggok tanah yang bernama Tumasik juga disebut pernah menghamba kepada kerajaan yang berpancang di pulau Jawa dan Sumatera tersebut. Pulau setitik itu dulu hanya hutan rawa, namun sekarang tak luput dalam literasi romantika terhina.

Padahal menurut aktivis pergerakan, almarhum Rahmat Abdullah, ekspansi kerajaan-kerajaan itu berlaku pertumpahan darah. Dan tanpa malu membusungkan dada meski hidup dari upeti kawasan yang di taklukkan. Namun berbeda halnya ketika entitas yang namanya Indonesia ini di bidani sebagai sebuah negara modern.

Yakni kesadaran bersama, dari berbagai kerajaan di Nusantara untuk berhimpun tersebab gempuran kolonial benua biru. Juga akibat bius retorika Soekarno pada petinggi istana.

Maka, kalau mau di selisik dari sejarah itu, tak ada ruang bagi otoritarian penguasa ditingkat pusat di negeri ini. Meskipun ada asas negara kesatuan yang berlaku.

Namun apa yang terjadi saat ini, wilayah-wilayah kerajaan yang disekat pada batasan administratif provinsi dan kabupaten bagaikan sapi perah merana. Dikuras dan disungka habis tampa ampun dari perut, kerak dan diatas tanahnya.

Apa bedanya dengan upeti untuk menghidupi feodal berabad silam, jika 75 persen penghasilan negara berasal dari pajak?, dan 75 persen dari pajak tersebut dari kekayaan alam daerah?. Logika bagi hasil di jungkir balik, daerah tinggal dapat ampas, yang itupun harus mengemis mengiba ke Jakarta.

THR dan Gaji 13 bagi ASN melahirkan gimik dermawannya penguasa pusat. Padahal kepala daerah tersetrum, terpaksa putar otak oret-oret anggaran daerah. Pancasila yang sebenarnya sudah khatam bagi pribumi, bahkan sebelum negara ini lahir katanya tak dimaknai lagi. Lalu dibuatkanlah institusi penjaganya. Anggaran khusus? Itu pasti.

Jumlah gaji anggotanya? Tanyakan ke Kementerian Keuangan dan Kemenpan. Sekali lagi, bukan-bukan hitung-hitungan dari kita lo ya. Ditanyakan saja kesana. Yang terakhir itu cakapnya siapa ini?

Lalu ku bertanya tentang Riau, Ah riwayat mu, belum kering perutmu memuntahkan minyak terbaik dan terbanyak bagi negara ini, serta hamparan kebun sawit yang tak terbilang, ditambah lagi hutannya juga tak kuasa disambar tipu muslihat pemutihan bagi cukong hantu belau. Sempurna. Lalu Riau dapat apa? Jadi babu pun anak jatinya susah.

Jika engkau tak berubah Jakarta, nak ku sumbat benak ini tentang engkau selamanya. Dan ku mantra orang banyak bahwa engkau hanya memori. Dan negerinya atuk Mahathir sebagai imajinasi.

Oleh : Alwira Fanzary

Ketua OKP Lingkar Anak Negeri Riau

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *