Pendidikan

Hoax: Belah Bambu & Tembak Tepis…

PEKANBARU, Riau Andalas. Com- KATA Hoax (baca: hoks), sebagai padanan berita bohong kembali populer, akhir-akhir ini. “Hoax” secara etimologi merujuk pada kata “hokus” (Inggris) bermakna: pengeliruan. Istilah “hoax” mulai ramai setelah dilirisnya film The Hoax yang diangkat dari sebuah novel (2006)

Penulis novel menuduh film The Hoax merupakan kebohongan belaka karena sama sekali tidak sesuai dengan novelnya. Sejak saat itu istilah “hoax” jadi populer. Seterusnya menjalar ke berita media massa terutama media on-line.

Internet menjadi medium hoax bagi para netter. Baik  kepentingan: popularitas, pengaruh, bisnis hingga ke trik politik dalam ambisi merebut kekuasaan.

Berita-berita hoax secara norak dimunculkan di media-media on-line. Lantas, ditebar ke publik via media sosial (medsos).

Pembaca awam & kalangan kurang teliti akan lantas, mengonsumsi serta memercayai berita-berita hoax tersebut.

Malah, konsumen berita hoax tidak sekadar terpengaruh dan memercayainya. Justru langsung menyebarkannya lagi….dan seterusnya…. secara berantai.

Informasi tentang konflik dan sensasi memang digandrungi masyarakat. Di era situasi politik yang instabil kini, berita-berita sensasional malah dicari.

Era di mana sebagian besar masyarakat tidak (lagi) mampu berpikir lebih jernih, berita hoax akan bertumbuh.

Pada kondisi chaos ini, kecenderungan berita hoax tidak lagi monopoli kalangan partisan atau  pihak media. Semua pihak akan  “nimbrung”.

Para netter dan pakar internet mau tidak mau, dimintai kontribusinya. Pertarungan hoax  makin ramai. Masih akan lebih seru lagi, mungkin.

Apa boleh buat. Pemerintah tampaknya, mulai kelimpungan. Media yang  degil dengan berita hoax  memang langsung dibunuh. Lantas, ribuan website dan portal secara brutal diblok.

Banyak pihak menyebut pemblokiran situs-situs ini tidak epektif. Sadisme yang tidak dikenal di era pemerintahan  sebelum Jokowi. Dan pemerintah orba sekalipun.

Tetapi seperti membakar ilalang juga. Tanpa meracuni akarnya, akan tumbuh lebih lebat. Lebih subur. Malah resisten.

Identik dengan strategi “tembak tipis” : yang ditembak justru kian beringas…..

Dewan Pers bagaimana? Malah kelabakan. Hasil klarifikasi media massa oleh Dewan Pers baru-baru ini sepertinya menganut teori belah bambu: sebagian kecil  diangkat, sebagian besar diinjak.

Berita hoax akan terasa sulit mengendalikannya, tanpa lebih dulu men-setril-kan medium tempat bertumbuhnya media-media produsen berita hoax itu.

Situasi politik,  oleh pihak skeptis memang dituding sebagai biangnya. Toh, kita selalu mencari kambing hitam…..

Oleh : Elwahyudi Panggabean
Sumber media laskar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *