PolitikRiauRohul

Diduga Gelapkan Uang Yayasan Hafith Sukri di Laporkan Mahasiswa UPP Ke Kejati  


PEKANBARU,Riauandalas.com – Kelompok yang tergabung dalam ALIANSI MAHASISWA DAN ALUMNI UNIVERSITAS PASIR PENGARAIAN melakukan aksi damai yang berujung pada Audiensi di Kantor Kejaksaan Tinggi Provinsi Riau jalan Sudirman Pekanbaru Riau.

Aksi masa dipicu adanya dugaan penggelapan uang Yayasan Pembangunan Rokan Hulu (YPRH) yang menaungi Universitas Pasir Pengaraian (UPP).Beredarnya data uang Yayasan yang digunakan untuk kepentingan pribadi dan bukan untuk keperluan operasional kampus Universitas Pasir Pengaraian (UPP), baik data tersebut beredar dikalangan internal kampus maupun telah menyebar melalui media Sosial belakangan ini tentu sangat melukai hati mahasiswa, civitas dan alumni UPP.

Masa aksi datang langsung dari Rohul dengan membawa material aksi yang bertuliskan aspirasi dan tuntutan mereka sambil melakukan orasi meminta kepada Korps Adhyaksa Riau turun tangan mengusut dugaan penggelapan dana uang kuliah mahasiswa yang telah disetor ke rekening Yayasan Pembangunan Rokan Hulu (YPRH) yang mewadahi Universitas Pasir Pengaraian. Atas dasar berbagai pertimbangan maka pihak Kejati Riau memfasilitasi audiensi yang langsung disambut oleh Kasi Penlum dan Humas Kejati Riau, Muspidauan.

Dalam laporannya, penggelapan uang kuliah mahasiswa UPP diduga melibatkan nama ketua Badan Penyelenggara Harian YPRH Ir. H. Hafith Syukri, MM, yang juga merupakan tokoh masyarakat dan calon bupati Rohul 2020-2024 dan bendahara yayasan Arfizal Anwar. Dalam audiensinya Massa aksi meminta Kejati Riau memanggil dan memeriksa Hafit dan Arfizal.

Massa aksi menduga, kedua oknum yayasan sejak tahun 2017-2020 telah menggunakan dana Miliyaran rupiah dari uang kuliah mahasiswa UPP untuk keperluan pribadi yang tidak berhubungan dengan kegiatan akademik perkuliahan di kampus.

“Kami menduga ketua dan bendahara yayasan adalah yang patut dituntut atas perkara ini, karena sebagai syarat pencairan uang di Bank tentunya ketua dan bendahara yayasan bertanggungjawab memastikan transaksi tersebut bisa terlaksana”, tegas Irwanysah tambusai kordinator umum aksi, Rabu (21/10).

Dalam pernyataan sikap ALIANSI MAHASISWA DAN ALUMNI UPP, menyampaikan empat tuntutannya:

1. Mendukung Kajati Riau atas komitmen memberantas Korupsi di Provinsi Riau terutama di Rokan Hulu.

2. Mendesak Kajati Riau segera memeriksa ketua YPRH Sdr. Hafith Syukri dan bendahara YPRH sdr. Arfizal Anwar atas dugaan penggelapan uang Yayasan Pembangunan Rokan Hulu untuk kepentingan pribadi.

3. Menuntaskan kasus dugaan penggelapan dana yayasan ini dengan segera agar kembali memperbaiki kepercayaan masyarakat Rokan Hulu terhadap Universitas Pasir Pengaraian dan menumbuhkan semangat bekerja bagi dosen/ karyawan serta memperbaiki iklim belajar mengajar di lingkungan kampus.

4. Kami membawakan bukti-bukti lengkap dan mengawal kasus ini hingga mendapatkan putusan yang seadil-adilnya sesuai dengan hukum yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia

Di tempat terpisah awak media menghubungi seorang praktisi hukum, Ray Hartawan Tampubolon berkenaan penyalahgunaan uang yayasan ini mengatakan bahwa baik Hafith Syukri maupun Arfizal Anwar, kedua pengurus yayasan tersebut diduga melanggar Pasal 5 ayat (1) Jo pasal Perubahan Undang Undang (UU) nomor 16 tahun 2001 dalam perubahannya UU nomor 28 tahun 2004 tentang yayasan.

Secara Yuridiksi menyangkut UU yayasan pasal nomor 5 sebagaimana dijelaskan, bahwa kekayaan baik berupa uang, barang maupun kekayaan lain yang diperoleh yayasan berdasarkan UU dilarang dialihkan ataupun dibagikan secara langsung atau tidak langsung baik dalam bentuk gaji, upah maupun honorarium ataupun bentuk lainnya kepada Pembina pengurus dan pengawas.

Terdapat pengecualian di ayat 2, dapat ditentukan dalam anggaran dasar yayasan bahwa pengurus menerima gaji upah atau honor dalam hal pengurus yayasan bukan pendiri yayasan yang tidak terafiliasi pendiri Pembina dan pengawas, melaksanakan kepengurusan yayasan secara langsung dan penuh, kemudian pada ayat 3, penentuan mengenai gaji dan honor ditetapkan oleh Pembina sesuai kemampuan kekayaaan yayasan.

“Jadi, persoalannya bukan pada upah atau honor tetapi pengambil dana yayasan yang diduga diambil oleh oknum yayasan adalah dalam bentuk pinjaman pribadi yang digunakan untuk kepentingan pribadi. Disanalah kita temukan indikasi penyimpangan dana yayasan. Karena UU yayasan pasal 5 melarang pengambilan dana secara langsung, apalagi dalam bentuk pinjaman pribadi,” papar Ray HT.

Nah apakah pelarangan pasal 5 tadi mengandung unsur pidana? Sesuai Pasal 70 UU yayasan mengatakan apabila pelanggaran pasal 5, ada sanksi pidananya yakni ancamannya 5 tahun. Selain pidana penjara, anggota organ Yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (l) juga dikenakan pidana tambahan berupa kewajiban mengembalikan uang, barang atau kekayaan Yayasan yang dialihkan atau dibagikan.

Selain itu, menurutnya perbuatan hukum demikian juga masuk dalam kategori tindak pidana ‘penggelapan dalam jabatan’ karena terkait erat dengan kewenangan dalam pekerjaannya, sebagaimana yang diatur dan diancam pasal 374 kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) yang berbunyi; Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena pencarian atau karena mendapat upah untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.

“Ya kita Laporkan aja, pengelapan dalam jabatan kalau posisinya itu, bisa 5 sampai 6 tahun penjara”, tegas Ray HT.

Dalam komunikasi via media social, Pengamat Politik Riau Saiman Pakpahan menjelaskan terkait dampak pemberitaan dugaan penyalahgunaan dana yayasan yang diduga dilakukan oleh Hafith Syukri salah seorang calon Bupati Rokan Hulu apakah signifikan pengaruhnya terhadap persepsi para pemilih.

Pengamat Politik yang terkenal sangat ramah ini menyampaikan bahwa bila terdapat calon bupati yang dilaporkan atas dugaan tindakan kriminal kemudian terbukti tersandung proses hukum tentu saja memberi pengaruh (dampak) buruk terhadap persepsi pilihan suara publik.

“Penggelapan uang itu jelas kriminal !Siapa pun aktor yang melakukannya, termasuk tokoh dibidang politik yang akan mencalonkan diri menjadi bupati. Yang menjadi penilaian adalah Sejauh tidak ada delik aduan berarti yang dilanggar hanya norms, ethic dan lain-lain dek, Kecuali ada delik aduan, maka ybs berurusan dengan hukum. Selanjutnya ini arus menjadi perhatian pemilih, karena ini terkait dengan track record yang buruk sebagai calon bupati, meski azaz hukum tidak bersalah memungkinkan terlapor masih bisa berproses secara politik, sebelum keputusan ingkrah dipengadilan,” papar Saiman.***(Tim)