PolitikRiau

Calon DOB Menyengat Petahana

Riauandalas.com – Kesabaran kami ada batasnya. Kementerian Dalam Negeri akan dikepung puluhan ribu orang bulan Februari ini: gertak Fachrul Razi. Senator asal Serambi Mekkah itu mengancam. Lain lagi dengan Philips Wona, Senator dari Papua ini melayangkan kemungkinan terganggunya stabilitas nasional.

Aroma yang dibawa mereka yang tergabung dalam Forum Komunikasi Nasional Pembentukan Daerah Otonomi Baru (Forkonas DOB) ini satu: Kami bisa urus kampung kami sendiri. Itu Poinnya.

Meskipun motif mereka ini boleh dicurigai. Mengapa saat jabatan mereka di Senayan sebentar lagi usai, dan akan pemilihan lagi baru berkoar? Hampir lima tahun apa saja yang dibuat? Tapi lumayan daripada tidak sama sekali. Senator dari Riau? Anggap saja sudah mewakilkan diri dengan suara yang ada.

Jika mengharapkan perjuangan pemekaran daerah melalui institusi DPD, rasanya mustahil dan mereka sadar itu. Lembaga tinggi negara satu ini hanya pelengkap: Tukang usul, tukang timbang, tukang awas. Berharap pada DPR yang punya wewenang legislasi? Saat ini rasanya tidak mungkin. Kepatuhan mereka pada partai mengalahkan segalanya.

Meradangnya Forkonas DOB setelah Tjahjo Kumolo menolak 314 daerah otonomi baru. Besaran biaya pemekaran dirasa tidak sebanding dengan upaya pembangunan infrastruktur dan ekonomi sosial daerah kata Tjahjo.

Alibi Tjahjo ini lanjutan dari mitos lama yang dihembuskan Jakarta: Akan melahirkan ‘Raja-Raja Kecil’ di daerah. Dalam artian pemimpin di daerah akan memperkaya kantong pribadi. Memalukan cara mereka menakuti rakyat di daerah. Logikanya kan sederhana: Ada pelanggaran hukum, ya adili. Ada lembaga penegak hukum disetiap daerah.

Menyelisik kebelakang, awal reformasi menjadi masa gencar-gencarnya pemekaran wilayah: Provinsi dan Kabupaten/kota. Ini bagian dari bentuk perjuangan daerah yang menjulang kepermukaan. Dan satu paket dengan semangat pimpinan daerah tidak lagi di impor dari Jakarta.

Saat itu masa-masa emas daerah melepaskan diri dari tambatan pusat. Desentralisasi dimunculkan untuk membendung ketakutan terbentuknya negara Serikat. Namun belakangan, Jakarta tampaknya kembali merasa pongah mengurus daerah. Padahal pemerintah pusat mengurus dirinya sendiri saja dengan utang dan kekayaan sumber daya alam daerah.

Sementara, sejauh ini sudah terbukti dengan pemekaran wilayah bisa mempercepat pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Atau paling tidak masyarakat mengurus kebutuhan adminsitratifnya tidak melalui jarak tempuh yang terlampau jauh lagi.

Sedikit gambaran saja. Di Riau saat ini ada 12 kabupaten/kota, separuh dari jumlah itu adalah wilayah pemekaran belasan tahun yang lalu. Dan yang masih terkatung-katung tak jelas, juga menginginkan menjadi kabupaten sendiri: Kampar Kiri, Rokan Darussalam, Mandau, dan Indragiri Selatan. Berhitung tahun keinginan masyarakat di daerah ini diabaikan.

Tidak ada alasan kuat menolak pemekaran wilayah. Apatah lagi daerah-daerah yang kekayaan alamnya melimpah ruah. Seperti Riau, Aceh dan Papua. Daerah ini berhak mengurus kampungnya sendiri melalui daerah otonom baru. Tidak usah merasa paling mampu dan paling tahu apa kebutuhan daerah.

Jika rezim berkuasa tetap berkeras hati dan mengabaikan pemekaran 314 Daerah Otonomi Baru, jelas isu ini akan diambil oposisi untuk kebutuhan elektoral. Akan ada puluhan juta suara kecewa dan berpaling. Dan alamatlah tahun ini pucuk pimpinan negara berpindah tangan. Sila dipilih.

Oleh : Alwira Fanzary Indragiri

– Ketua OKP Lingkar Anak Negeri Riau (LAN-R)

– Wartawan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *