Sosial&Budaya

Alla Maaaaak……”Bupati Tak Mau Berbagi Periuk Nasinya……..

Sumber kompasiana

Celoteh Uyung Dolah

RIANDALAS.COM-  “Bupati Tak Mau Berbagi Periuk  Nasinya ,sebut  didalam sebuah akun fb yang di timpali dengan Jawaban ,”Gas Terus ,atau ttancap Gas .Kami Mendukung ,dan di akun lain kita membaca ,” Wahai Rokan Tengah ,Segeralah Hadir , mungkinkah kata dibawah sebagi Pernyataan di atas…??

Renungan kita ,Negeri ini laksana Kapal dalam kondisi Bocor dan oleng , Dimana Kondisi kita yang Devisit Anggaran ,Dimana Tunda bayar pernah di sebutkan sebesar Rp 316 Mlillyard yang kemudian Rasional di semua OPD ,yang hanya di ketahui oleh Exekutif dan Legislatif ,sebab kita masih belum menganut “Budaya Transparansi Anggaran yang dapat di Akses seperti Daerah Daerah lain di belahan Negeri Bumi ini.

Fungsi Bahasa menunjukkan jati Diri sebuah Bangsa ,Dimana Halliday 1975 dalam Tomkins & Hos Kisson ,Secara khusus Mengidentifikasi fungsi fungsi bahasa sebagai berikut

1. Fungsi personal, yaitu penggunaan bahasa untuk mengungkapkan pendapat, pikiran, sikap atau perasaan pemakainya.

2. Fungsi regulator, yaitu penggunaan bahasa untuk mempengaruhi sikap atau pikiran/pendapat orang lain, seperti rujukan, rayuwan, permohonan atau perintah.

3. Fungsi interaksional, yaitu penggunaan bahasa untuk menjalin kontak dan menjaga hubungan sosial, seperti sapaan, basa-basi, simpati atau penghiburan.

4. Fungsi informatif, yaitu penggunaan bahasa untuk menyampaikan informasi, ilmu pengetahuan atau budaya.

5. Fungsi imajinatif, yaitu penggunaan bahasa untuk memenuhi dan menyalurkan rasa estetis (indah), seperti nyanyian dan karya sastra.

6. Fungsi heuristik, yaitu penggunaan bahasa untuk belajar atau memperoleh informasi seperti pertanyaan atau permintaan penjelasan atau sesuatu hal.

7. Fungsi instrumental, yaitu penggunaan bahasa untuk mengungkapkan keinginan atau kebutuhan pemakainya, seperti saya ingin….

Mengungkap soal Periuk dan Nasi ,Dua nosa kata yang berbeda dan Makna yentu dapat kita artikan ,kita tak ingin Lagi berkabupaten selain Rokan Hilir ,Namun jika di tilik dari Kemandiriannya selama 17 tahun ,ibarat Bayi,Neger kiya ini belum lah kokoh untuk Berdiri , yang senantiasa berada pada Posisi 4 dan 5 Penerima DBH terbesar yang tidak berbanding lurus pada tingkat Kesejahteraan ,Indikatornya adalah T8ngkat Daya beli Masyarakatnya,berbeda dengan Kutai ,Siak  dan Bengkalis mampu memposisikan Dirinya sebagai Peringkat Tertinggi Untuk Daya beli

Uyung Dolah Mengartikan,  kuantitatif nya adalah ,Periuk dan Nasi Negeri kita akan mencukupi Jika terjadi sebaliknya, tentu ada yang salah dalam “pendistribusannya”. Dan ini menjadi tugas dan  kewajiban setiap kompelonen anak negeri untuk memperjuangkannya, khususnya komponen yang berada di Eksekutif dan di Legislatif.

Tiba dalam Koridor ini , Moral Politik lah yang di Perlukan agar kita tidak sampai Nafas  sesak oleh kekuasaan yang rakus ,Sehingga Arah Kesejahteraan yang bernilai luhur ,porak Poranda hanya sebuah arah yang menyimpang.

Uyung Dolah yadai Cakap ,Semua kita mafhum adanya. Rokan Hilir bukan milik Bupati dan bukan Periuk Nasi Bupati an sich. Rokan Hilir bukan milik Wakil Bupati dan Periuk Nasi Wakil Bupati an sich. Rokan Hilir bukan pula milik Sekda dan Periuk Nasi Sekda an sich. Rokan Hilir bukan milik 45 Dewan terhormat dan Periuk Nasi mereka an sich. Rokan Hilir adalah milik seluruh rakyat Kabupaten Rokan Hilir dan Periuk Nasi seluruh masyarakat Kabupaten Rokan Hilir. Itulah esensi dari Otonomi Daerah dan itulah esensi kita memisahkan diri dari Kabupaten Bengkalis. Ingin membuktikan diri kita mampu dan bahkan jauh lebih berkembang dan sejahtera dari mereka sebagai Kabupaten Induk.

Ketika Politik dan Kekuasaan berjalan tanpa moral dan idealisme dan hanya didorong oleh impuls pragmatisme dan hedonisme berakibat semakin langkanya collective goods – rasa keadilan dan rasa kemakmuran bersama.

Meminjam istilah Russell Hardin (2003), yang lebih banyak justru terproduksinya collective bads seperti korupsi berjamaah, degradasi kualitas hidup, dan lainnya

Demokrasi kita sejak Reformasi lebih mengarah kepada Demokrasi Kapitalis. Dan Rakyat dalam sistem Demokrasi Kapitalis pada akhirnya tidak lebih hanya sebagai tumbal, “tukang ojek”, yang bertugas mengantar agar penguasa (eksekutif dan Legislatif) duduk dan terlegitimasi di kursi kekuasaan. Setelah rakyat “dibayar”, “diupah”, maka putuslah hubungan, dan rakyat sudah pasti dilupakan. Dan itulah yang terjadi saat ini.

Uyung Dolah menandaskan….
Demokrasi menjadi terlembaga dan memiliki kinerja kalau aktor-aktor utamanya berkarakter dan memegang nilai-nilai moral sebagai “pemimpin rakyat” dan secara kontinyu bekerja keras mewujudkan janji-janji politik yang telah diucapkan ketika kampanye, baik lewat Pilkada maupun lewat Pileg.

Harapan rakyat ada pada sebagian pejabat dan wakil rakyat yang masih amanah dan tabah. Dan sungguh mereka ada tapi tanpa suara.

Pertanyaannya : Akankah kita biarkan Perahu Negeri Seribu Kubah ini bersandar di suatu tempat dan tak tahu lagi jalan untuk kembali ? Lalu kita kembali kepangkuan ibu pertiwi – Kabupaten Bengkalis karena kita gagal mempertanggung jawabkan kehadiran kita  kepada rakyat. Dan itu telah disuarakan di ladang-ladang, di kebun-kebun dan warung kopi oleh rakyat bawah.

Bersuaralah wahai Bapak-bapak yang masih amanah dan  tabah. Satukan tekad untuk ROHIL yang sejahtera. Mari kita berhenti beretorika.

Wallahu a’amu bishshowab.semoha jadi renungan kita Bersama (ms)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *