KesehatanLingkunganRohul

43 Warga Terserang DBD, Kapus Rambah Imbau Masyarakat Lakukan Pencegahan Dini 

ROKAN HULU,Riauandalas.com – Pihak UPTD Puskemas Rambah mengakui, saat ini terdata sudah 43 warga
Desa/ kelurahan di Kecamatan Rambah yang terserang Demam Berdarah Dengue (DBD), namun tidak menutup kemungkinan akan ada tambahan data dari warga yang terserang DBD, hal ini ditegaskan Kepala UPTD Puskesmas Rambah, Syafri Maldi, didampingi  Pj Upaya Kesehatan Masyarakat Juli Supriadi, saat ditemui di Puskesmas Rambah Kamis (21/11/2019),

Pihaknya menambahkan, DBD, biasanya  terjadi saat musim pancaroba atau pergantian musim panas ke musim penghujan DBD akan menyerang warga, Bahkan untuk di Rambah, DBD terjadi di daerah indemik, seperti kawasan Desa Koto Tinggi saat ini warga yang terserang DBD sudah mencapai 11 orang dari 43 kasus.”Ternasuk di Kelurahan Pasir Pangaraian, ditemukan 6 kasus, Rambah Tengah Barat 6 kasus serta Desa Pematang Berangan 3 kasus.” ujarnya.

Hal Ini terjadi akibat tingkat kesadaran masyatakat membersihkan lingkungan tempat tinggalnya minim. Padahal dengan melakukan pembersihan lingkungan dengan menerapkan 3M maka akan jauh dari bahaya wabah DBD,” Kata Syafri Maldi.

Dia menegaskan, bahwa warga yang sering terserang DBD biasanya kawasan lingkungannya kotor, Juga babyak ditemukan botol kosong, ember atau barang elektronik, ban bekas yang dapat menampung air hujan dan jadi tempat berkembang biaknya nyamuk Aides Agepty penyebab DBD.
“Kita sudah berikan himbauan bahaya DBD di musim pancaroba, sosialisasi kesehatan ke masyarkat, dan lainnya, namun yang ampuh agar tidak berkembang biaknya nyamuk DBD hanya dengan cara membersihkan lingkungan tempat tinggalnya masing- masing,” ujar Syafri Maldi yang akrab disapa Efi.

Sementara itu, Juli Supriadi juga menjelaskan, warga yang dikatagorikan terserang DBD Apablia trombosit di bawah 100 ribu.Pihaknya mendata warga terkena DBD dari data yang masuk, dapat berita dari hasil labor pasien, dan DBD tergantung daya tahan tubuh pasien itu.

“DBD merupakan penyakit perkotaan, karena pola hidup masyarakatnya yang kurang peduli terhadap lingkungannya. Kalau di daerah transmigrasi, masyarakatnya setiap minggu gelar gotong royong bersihkan lingkungan, sehingga DBD tidak berkembang biak,” tegasnya.

Menurutnya, penyakit DBD sebenarnya penyakit berbahaya dari pada HIV atau AIDS. Karena orang terkena HIV atau AIDS bisa bertahun tahun baru meninggal, sedangkan penderita DBD bila kekebalaan tubuhnya tidak ada maka dalam seminggu bila tidak ditangani dengan benar, maka penderita bisa meninggal dunia. “Kami menghimbau, masyarakat bisa terapkan pola hidup bersih terhadap lingkungannya. Agar DBD di musim pancaroba ini tidak mewabah ke masyarakat,” imbaunya ***(Alfian Tob)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *