Berita utamaPendidikanRiau

LAM Riau Gelar Orientasi Adat Insan Pers

PEKANBARU,Riauandalas.com– Dalam rangka menunjang dan memperkuat program Kehumasan dan Publikasi pada Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau, bidang Humas dan Publikasi menggelar Orientasi Insan Pers bersama media cetak dan elektronik serta online bersama wartawan-wartawan senior se Riau di ruang pertemuan LAM, Sabtu (26/11/2022).

Kegiatan ini langsung dibuka secara resmi oleh Ketua LAM Riau Datuk Seri H Raja Marjohan Yusuf bersama Sekretaris LAM Datuk H Taufik Ikram Jamil serta para insan pers yang hadir terlebih dahulu juga diminta Ketua LAM untuk foto bersama depan gedung dan latar LAM Riau.

‘’Saya bersyukur sekali hari ini, sebab yang hadir ini wajah-wajahnya tak asing bagi saya yang merupakan wartawan senior, sehingga nanti akan lebih mudah memahami materi yang akan disampaikan para narasumber kita nantinya,’’ sebut mantan birokrat ini.

Moderator acara Datuk Jonnaidi Dasa SSi mengawali acara pagi itu dengan memperkenalkan keempat narasumber yang akan memberikan pemaparan pada diskusi panel tersebut, yakni Dt Muh Agar Kalipke dari Sakai yang juga lama bermukim di Jerman dalam rangka menggali imu adat dan budaya, kedua Dt Alang Rizal yang memberikan pemaparan antara adat Riau Pesisir dan Daratan.

‘’Selanjutnya ada Dt Syaiful Anuar dari keragaman adat Kampar dan Tapung yang juga seorang peneliti dan dosen serta Dt Derichard H putra, seorang Antropolog, alumni UGM yang akan memaparkan tentang keragaman adat budaya Kuansing, sebab beliau juga berasal dari Kuantan Sengingi,’’ sebut Jonnaidi yang juga Sekretaris umum DPH LAM Riau ini.
Lembaga adat ini dimata Dt Alang Rizal sangat seksi dimata pers, sebab adat itu mengikut alur dan patutnya.

‘’Itulah adat, bukan kekuasaan yang harus diperebutkan. Apalgi adata ini lebih dahulu ada dari pemerintahan. Maka ada istilah adat mengatur, syarak memakai,’’ sebut Adik kandung alm Al Azhar tersebut.

Alang juga mengktitisi saat ini orang begitu muda diberi gelar datuk akibat tak mengerti adat, sebab datuk itu hanya ada dua, yakni datuk karena ia telah memiliki cucu dan datuk sebuah gelar kehormatan dari organisasi resmi adat yang sah sebagai pemangku adat.

Sementara itu Dt M Agar Kalipke banyak memaparkan seputar masyarakat adat Sakai yang saat ini hutan atau rimba mereka sudah dikuasai para korporasi dan perseorangan, bukan masyarakat adat setempat. ‘’Ironis memang ditengah kekayaaan rimba masyarakat sakai,tapi semua itu dimiliki pihak luar,’’ sebut Datuk Kalipke yang kini bermastautien di Pekanbaru.

Sementara Dt Syaiful Anuar dari adat Kampar banyak mengupas terkait adat istiadat masyarakat Kampar di Lima Koto dan Tapung yang memiliki perbedaan sebagai sebuah satu kabupaten di Negeri Melayu Riau tersebut.

Sedangkan Antropolog, peneliti empat sungai di Riau, Derichard H Putra juga demikian, memandang adat dan persepsi masyarakat Melayu Riau terhadap Kuansing disamakan dengan adat daerah tetangga Sumatera Barat sebagai proses pendatangan istilah hulu dan hilir, tanjung dan teluk.

‘’Beberapa saat lalu saya menyampaikan materi di Bengkalis, setelah kenalkan diri dan negeri asal, salah seornga peserta menyelutup, oh, dari Minang ya Pak. Begitulah terkadang persepsi kita terhadap adat Kuansing yang masih disamakan dengan istiadat negeri tetangga,’’ sebut Derichard.(buz)