Rohul

‎Anak Terlantar Dan Gepeng Di Rohul Kurang Mendapat Perhatian Dari Pihak Terkait

ROKAN HULU, Riau Andalas.com  – Apa kabar anak-anak Indonesia? Apa kabar anak-anak di dunia? Agaknya kabar buruk. Nasib anak-anak masih sengsara. Mereka menjadi korban penerapan sistem, korban kebiadaban orang dewasa. Hak-hak anak banyak yang terabaikan. Salah satunya karena ditelantarkan.

Potret Buram tentang Nasib Anak yang Terlantar masih kita temukan di rokan Hulu ( Rohul) Tepatnya Di kota Pasir Pengaraian Kecamatan Rambah Seorang Anak yang Mengaku bernama Ruben umur sekitar 8 Tahun luput dari perhatian Dinas Sosial

Ruben mengaku di aniaya oleh ayah tirinya Dari sumber yang dapat dipercaya bocah malang ini berdomisili di Rw 6 Desa Pasir utama Kecamatan Rambah Hilir. Saat ditemui Wartawan kondisinya sangat Lemah sepertinya bocah ini sedang menderita Demam dan sekujur tunuhnya Luka Luka bahkan Luka yang ada Ditumitnya Terlihat Sudah Dikerumuni Lalat

Para pedagang makanan di Areal Mesjid Agung Islamic Centree tepatnya disekitar bundaran Ratik Togak rantau Baih Desa pematang Berangan kecamatan Rambah kabupaten Rokan Hulu menyebutkan Bocah malang ini sudah semingga hilir mudik tak tentu arah sepertinya anak ini terkena beban mental disamping Makan hanya dari pemberian orang tidur beratap langit berlantai bumi Dari sorot matanya bocah ini sangat mengharapkan Kasih sayang.
Bayangkan, di Indonesia saja, tahun lalu, jumlah anak telantar dan hampir telantar mencapai 17 juta (Rakyat Merdeka, 22/3/10). Dari jumlah tersebut, 230 ribu di antaranya menjadi anak jalanan di berbagai kota besar di Indonesia. Demikian diungkapkan Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Hadi Supeno.

“Anak jalanan, 95 persen berasal dari keluarga miskin berpendidikan rendah dan dari lingkungan yang eksploitatif terhadap anak”, ujarnya. Anak jalanan merupakan korban penelantaran, eksploitasi dan diskriminasi.

Meski angka anak telantar tiap tahun terus meningkat, belum ada penanganan komprehensif atas fenomena itu. Akar persoalan anak telantar dan anak jalanan adalah ketidakberdayaan orang tua dan kebijakan negara dan seluruh sektor, yang membuat mereka terpuruk, tersingkir dan termarjinalisasi.

Sementara solusi yang ditawarkan masih bersifat parsial, segmentaris dan bahkan represif. Bukannya ditolong, anak telantar malah dikriminalkan. Memang, Kementerian Sosial punya Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) yang sedang disosialisasikan sebagai upaya pemerintah menyelamatkan anak bangsa.

Sasaran program tersebut, anak-anak yang memiliki kehidupan tidak layak dan mengalami masalah sosial. Seperti kemiskinan, ketelantaran, kecacatan, keterpencilan, ketunaan sosial, penyimpangan perilaku, korban bencana, serta korban tindak kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi. Namun, hasilnya belum tampak nyata.

Kewajiban Orang Tua

Anak adalah anugerah Allah SWT, yang membuat suami-istri bahagia; kebahagiaan yang tak terukur harta-benda. Anak adalah rezeki dari Allah, wajib disyukuri. Allah SWT berfirman: “Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi. Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang dia kehendaki. Atau Dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa yang dikehendaki-Nya). Dan Dia menjadikan mandul siapa yang dia kehendaki. Sesungguhnya Dia¬lah yang Maha mengetahui lagi Maha Kuasa.” (TQS Asy-Syura : 49-50)

Memperhatikan dan memberikan hak-hak anak adalah bentuk rasa syukur, sekaligus menjalankan kewajiban sebagai orang tua. Bahkan, sejak anak dalam rahim ibunya, orang tua sudah harus memperhatikannya. Suami atau (calon) ayah, wajib menafkahi anak sejak dalam kandungan. Bahkan, sekalipun si ibu yang mengandung anaknya sudah ditalak. Allah SWT berfirman: “jika mereka (wanita-wanita itu) sedang hamil, maka nafkahilah mereka sampai mereka melahirkan kandungannya.” (TQS Ath-Thalaq: 6).

Sementara ibu, wajib memberikan asupan gizi terbaik bagi kandungannya, menjaga kesehatan dan berperilaku baik agar tidak menurun kebiasaan buruk pada calon anaknya. Lalu, begitu si mungil lahir, orang tua wajib memperlihatkan kegembiraannya, bagaimanapun keadaan anak itu. Jangan karena anak tidak diharapkan lahir, ia disarnbut dengan makian. Baik laki-laki maupun perempuan, baik sempurna maupun kekurangan secara fisik, adalah hak anak untuk mendapat sambutan menggembirakan. Terkadang sebagian orang tua benci jika yang dilahirkan tak sesuai harapan, seperti jenis kelamin atau kecacatan fisik.

Padahal, terkadang Allah menguji dengan anak cacat. Seperti kebutaan, kebisuan, ketulian atau cacat lainnya. Orang yang paham bahwa itu adalah ujian, dia akan berlapang dada menerimanya dan tetap ikhlas. Ia ridha atas rezeki dari¬Nya.

Kewajiban selanjutnya, menjaga bayi tetap hidup, baik ketika dalam rahim maupun ketika telah lahir. Ya, anak memiliki hak hidup. Allah SWT berfirman: “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan! Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.”(TQS Al-Isra’: 31).

Termasuk aborsi, haram, terkecuali ada alasan darurat yang membolehkannya. Ironisnya, tak sedikit pasangan keluarga berencana (KB) mengaborsi anak karena ogah punya anak lebih dari dua atau tiga.

Kewajiban orang tua selanjutnya adalah memberi nama yang baik. Pilih nama-nama islami dan jauhi nama-nama yang mengandung unsur penyerupaan dengan agama lain atau pelaku kemaksiatan. Sudah sepantasnya seorang Muslim bangga dengan nama islaminya.

Lantas, ibu disunahkan menyusui dengan ASI dan harus memperhatikan gizi anak. Firman Allah SWT: “Para ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi rezeki (makanan) dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya, Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya. Dan orang yang rnendapatkan warisan pun berkewajiban demikian.” (TQS AI-Baqarah: 233).

Ringkasnya, orang tua wajib merawat dan mendidik sebaik-baiknya. Anak berhak atas hak akan kesucian keturunan, hak hidup, hak atas keabsahan dan nama baik, hak akan penyusuan, tempat kediaman, pemeliharaan, termasuk perawatan kesehatan dan nutrisi, hak untuk pengaturan tidur yang terpisah, hak keamanan di masa depan, hak atas pendidikan agama dan perilaku yang baik, hak atas pendidikan dan latihan olah raga serta beta diri, hak atas perlakuan yang adil, hak dinafkahi secara halal (Iihat Al-An’am: 51, Al-Isra: 31, Al-Baqarah: 233). Bila semua orang tua memahami sesuai syariat Islam untuk berusaha semaksimal mungkin memenuhi seluruh hak anak, tak akan ada kisah-kisah anak telantar.

Peran Negara

Di sisi lain, negara wajib memfasilitasi keluarga agar mempu memberikan hak anak. Kesejahteraan adalah kuncinya. Negara wajib menjamin kesejahteraan keluarga sehingga tidak akan ada orang tua yang –karena kemiskinannya– mengabaikan anak.

Negara wajib rnencegah anak dari situasi buruk di jalanan, eksploitasi ekonomi, kekerasan, penelantaran dan perlakuan diskriminatif. Hak anak untuk tumbuh kembang, kelangsungan hidup dan partisipasi, wajib dipenuhi.

Memang, mengharapkan terpenuhinya hak-hak anak di alam kapitalis saat ini hampir mustahil. Pasalnya, sekulerisme menjadikan anak sebagai investasi materi bagi orang tua dan komoditi untuk dieksploitasi. Anak bahkan dibentuk guna memenuhi ambisi orang tua. Sementara negara sekuler cenderung tak berdaya menyejahterakan anak karena kesejahteraan hanya milik segelintir komunitas bernama orang kaya. Akibatnya, hanya anak-anak dari keluarga kaya pula yang berpeluang besar terpenuhi hak-haknya.

Karena itu, tidak ada jalan lain kecuali berharap pada sistem Islam. Penerapan syariat Islam dalam seluruh aspek kehidupan, baik sosial, budaya, ekonomi, hukum maupun politik serta merta akan berdampak pada kesejahteraan masyarakat, keluarga dan termasuk anak-anak. Itulah yang dicontohkan Daulah Khilafah, yang menjadikan keadilan dan kesejahteraan umat manusia sebagai prioritas, hingga anak-anak pun terpenuhi hak-haknya.** ( Alfian)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *